ANALISIS
DRAF KURIKULUM 2013
Makalah
ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Analisis Kebijakan Pendidikan Islam
Dosen
pengampu : Prof. Dr. H. Abd. Rachman Assegaf, M.Ag.
Disusun
oleh : Laila Ngindana Zulfa
NIM
: 1220410049
PROGAM
PASCASARJANA PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
Pendahuluan
A.
Pengantar
Kurkulum
merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa
kurikulum, proses pendidikan tidak akan berjalan mulus. Kurikulum diperlukan
sebagai salah satu komponen untuk menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Di
dalam kurikulum terangkum berbagai kegiatan dan pola pengajaran yang dapat
menentukan arah proses pembelajaran.[1]
Sejatinya, kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran yang mencakup tujuan, isi,
bahan, dan cara atau metode pembelajaran yang menjadi pedoman pelaksanaan dalam
suatu program pendidikan.
Kurikulum dapat dikelompokkan dalam dua pengertian, yaitu dalam arti luas dan dalam
arti sempit. Dalam arti luas, kurikulum adalah konsep yang merujuk pada sistem
pendidikan yang berlaku. Dalam arti sempit, kurikulum dapat berarti kesatuan
beberapa mata pelajaran, satu mata pelajaran, kelompok rumpun keilmuan, suatu
program rencana pembelajaran, dan sebagainya, yang menjelaskan tentang rencana
rangkaian kegiatan pembelajaran.[2]
Perubahan kurikulum itu merupakan sesuatu yang nicaya, pasti, dan kebutuhan yang terus
berkembang. Kurikulum harus menjadi wahana yang efektif untuk mewujudkan
kondisi yang idealisasi dengan kondisi kekinian.
Kurikulum tidak dapat dipatok harus berlaku
10 tahun atau 15 tahun. Kurikulum bersifat dinamis dan terus berkembang, dan
wajib mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Persoalan
kurikulum itu dipakai untuk waktu tertentu, karena masih dianggap relevan
dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Pengembangan kurikulum
harus mempertimbangkan aspek teoretis berkembangnya ilmu pengetahuan dan aspek
empiris implementasi dan manajemen kurikulum. Selain itu, persepsi masyarakat
terhadap output pendidikan juga harus diakomodasi secara memadai.[3]
Kurikulum pendidikan suatu bangsa
semestinya terkait dan selaras dengan arah pembangunan nasional. Saat ini, arah
pembangunan nasional tidak jelas sehingga arah kurikulum pendidikan untuk
mencetak manusia unggul juga tidak jelas. Tanpa kejelasan arah pembangunan
bangsa, kurikulum pendidikan menjadi kabur, bisa dijejali berbagai materi
pelajaran yang tak penting, bahkan bisa disisipi kepentingan politik sesaat.
Sudah saatnya rapor memuat juga uraian
komprehensif indikator perkembangan sikap-sikap utama, seperti kejujuran,
tanggung jawab, disiplin, motivasi, kerja sama, dan lain-lain. Penerapan Kurikulum
Tematik Integratif (KTI) untuk sekolah dasar, yang diumumkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Muhmmad. Nuh. Keputusan itu patut diapresiasi
mengingat sedikitnya ada dua hal di dalamnya. Pertama, perampingan muatan
kurikulum dari 10 menjadi enam mata pelajaran. Kedua, sifat integratif
kurikulum yang akan dialirkan melalui tema-tema. [4]
Namun alangkah baiknya, jika draf
kurikulum baru yang berjudul kurikulum 2013 yang telah dirumuskan oleh
pemerintah, perlu dianalisa lebih dalam lagi, sebelum kurikulum ini diterapkan
kepada seluruh rakyat Indonesia yang akan dimulai pada bulan Juli mendatang.
Benarkah kurikulum itu layak atau tidak ataukah hanya sebagai proyek pemerintah
untuk menghabiskan anggaran saja?.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Tentang Kurikulum
Kurikulum ditinjau dari asal katanya
berasal dari bahasa Yunani yang mula mulanya digunakan dalam bidang olah raga
yaitu kata curre yang berarti jarak tempuh lari, sedangkan dalam kosa
kata Arab, kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang
yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupan.[5]
Secara lebih
rincinya pengertian kurikulum telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP)
No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 1 butir ke 13
pada Bab ketentuan umum, bahwa kurikulum adalah seperangkat recana dan
pengaturan mengenahi tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.[6]
Pengertian ini tidak berubah dari pengertian yang dikeluarkan dari SK Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan no. 060/U/1993, 25 Pebruari 1993, yang telah
menjelaskan hal demikian manun bahasa yang digunakan belum satuan pendidikan
tetapi masih menggunakan kegiatan belajar-mengajar di sekolah.[7]
Senada dengan pengertian di atas,
Oemar Hamalik menyatakan bahwa kurikulum adalah suatu alat yang amat penting
dalam rangka merealisasi dan mencapai tujuan pendidikan sekolah. Dalam arti
luas kurikulum dapat diartikan sesuatu yang dapat mempengaruhi siswa, baik
dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Namun, kurikulum haruslah
direncanakan agar pengaruhnya terhadap siswa benar-benar dapat diamati dan
diukur hasilnya. Adapun hasil–hasil belajar tersebut haruslah sesuai dengan
tujuan pendidikan yang diinginkan, sejalan dengan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat, relevan dengan kebutuhan sosial ekonomi dan sosial budaya
masyarakat, sesuai dengan tuntutan minat, kebutuhan dan kemampuan para siswa
sendiri, serta sejalan dengan dengan proses belajar para siswa yang menempuh
kegiatan-kegiatan kurikulum.[8]
Dengan melihat
dari pemaparan di atas sehubungan dengan kurikulum, dapat dipahami bahwa
kurikulum merupakan kebutuhan yang sangat penting (Urgen) dalam pendidikan. Suatu pendidikan yang memiliki rencana yang matang, dalam arti
mengembangkan kurikulum dengan matang, akan lebih dekat dengan keberhasilan
untuk mencapai pada tujuan yang diinginkan, jika dibandingkan dengan suatu lembaga pendidikan
yang sama sekali tidak memiliki recana.
B.
Pemaparan Data
Pada bagian ini akan penulis paparkan beberapa data yang penulis download
dari kurikulum2013.kemendikbud.go.id, tentang draf yang berisi rencana
kurikulum 2013 yang akan diberlakukan mulai tahun bulan Juli mendatang:
1.
Landasan pengembangan kurikulum
a.
Aspek Filosofis
Pada aspek filosofis setidaknya
terdapat dua penjelasan yang melandasi adanya kurikulum 2013 yaitu:
1)
Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai
akademik, kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
2)
Kurikulum berorientasi pada pengembangan kompetensi
b.
Aspek Yuridis
1)
RPJM 2010-2014 Sektor Pendidikan yang membahas tentang perubahan
metodologi pembelajaran dan penataan kurikulum.
2)
INPRES No. 1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas
pembangunan Nasional: penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif
berdasarkan nilai-nilai budaya Bangsa untuk membentuk daya saing karakter
Bangsa.
c.
Aspek Konseptual
Dalam aspek konseptual yang menjadi
landasan pengembangan kurikulum adalah:
1)
Relevansi
2)
Model kurikulum berbasis kompetensi
3)
Kurikulum lebih dari sekedar konseptual
4)
Proses pembelajaran yang terdiri dari aktivitas, out put, dan out come
belajar
5)
Penilaian, yaitu kesesuaian teknik penilaian dengan kompetensi
penjenjangan penilaian.
2.
Rasional Pengembangan kurikulum
a.
Rasionalitas
penambahan jam pelajaran
Penambahan jam adalah
konsekuensi logis sebuah usaha untuk lebih memperhatikan kognitif, afektif, dan
psikomotik. Selain alasan itu, ada beberapa argumentasi dan rasionalitas
penambahan jam pelajaran sebagaimana berikut:
1)
Perubahan
proses pembelajaran dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu dan
proses penilaian dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output
memerlukan penambahan jam pelajaran (Progresif)
2)
Kecenderungan
akhir-akhir ini banyak negara menambah jam pelajaran KIPP di AS, Korea Selatan
3)
Perbandingan
dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia relatif lebih
singkat
4)
Walaupun
pembelajaran di Finlandia relatif singkat, tetapi didukung dengan pembelajaran
tutorial
b.
Permasalahan
kurikulum 2006
1)
Konten
kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya matapelajaran
dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat
perkembangan usia anak.
2)
Kurikulum
belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional.
3)
Kompetensi
belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
4)
Beberapa
kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya
pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills
dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam
kurikulum.
5)
Kurikulum
belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat
lokal, nasional, maupun global.
6)
Standar
proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga
membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran
yang berpusat pada guru.
7)
Standar
penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan
hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala.
8) Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang
lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.
3.
Standar
Kompetensi Lulusan
4.
Anggaran
Kurikulum 2013
Anggaran
untuk kurikulum baru sudah mulai dialokasikan pada tahun 2012 dengan nama
alokasi dana pengembangan kurikulum yang mencapai Rp.170.891.439.000.
Selanjutnya, pada tahun 2013, muncul anggaran perubahan atau
penyempurnaan kurikulum dengan alokasi dana sebesar Rp.95.020.000.000. Berikut
peruntukan alokasi anggarannya:[9]
1)
Dokumen
bahan standar kompetensi pendidikan: Rp 697.000.000
2)
Laporan
penelitian kurikulum: Rp 688.000.000
3)
Dokumen
bahan kebijakan kurikulum dan perbukuan: Rp 9.403.000.000
4)
Model
kurikulum: Rp 464.000.000
5)
Model
bahan ajar: Rp 3.670.000.000
6)
Model
sarana pembelajaran: Rp 304.000.000
7)
Pengembangan
kurikulum provinsi: Rp 2.846.000.000
8)
Pengembang
kurikulum kabupaten/kota: Rp 9.406.000.000
9)
Sekolah
rintisan kurikulum: Rp 16.387.000.000
10)
Fasilitator
kurikulum daerah: Rp 511.000.000
11)
Lembaga
pengembang kurikulum: Rp 420.000.000
12)
Dokumen
hak cipta buku: Rp 3.225.000.000
13)
Dokumen
rekomendasi buku bebas PPN: Rp 360.000.000
14)
Penulisan
naskah buku pendidikan: Rp 1.023.000.000
15)
Buku
yang diterjemahkan: Rp 774.000.000
16)
Buku
braille yang telah dialihaksarakan: Rp 469.000.000
17)
Buku
hasil pengadaan sebanyak 538.678 buah: Rp 8.090.000.000
18)
Dokumen
peta profil variable karakter bangsa: Rp 525.000.000
19)
Satuan
pendidikan dievaluasi sebanyak 693 sekolah: Rp 3.149.000.000
20)
Buku
teks pelajaran terstandar 200 buku/jilid: Rp 4.326.000.000
21)
Buku non-teks
pelajaran terstandar sebanyak 1.131 buku: Rp 8.188.000.000
22)
Naskah
hasil sayembara: Rp 4.464.000.000
23)
Penulisan
buku pendidikan yang kompeten: Rp 1.600.000.000
24)
Publikasi
kurikulum dan perbukuan: Rp 316.000.000
25)
Sertifikat
ISO: Rp 346.000.000
26)
Dokumen
manajemen Puskurbuk: Rp 4.297.000.000
27)
Daerah
rintisan pengembangan buku murah: Rp 6.708.000.000
28)
Dokumen informasi kurikulum dan perbukuan: Rp 2.364.000.000
C.
Analisa Data
Dari aspek filosofis, Nampak terlihat jelas bahwa rancangan kurikulum ini
berlandaskan pada filsafat pragmatis, yang kemudian dalam pendidikan dikenal
aliran progresif. Aliran ini menentang dan menolak otoritarisme dan absolutisme dalam pendidikan.[10]
Sebagai implikasi dari faham ini adalah, bahwa pendidikan haruslah dirancang sesuai
kebutuhan subjek didik dan kebutuhan masyarakat serta lingkungan.
Menurut hemat Penulis, produk pemikiran
tentang landasan filosofis yang
telah dipaparkan pada subbab di atas merupakan sebuah hasil pemikiran dari orang-orang
yang mempunyai wewenang khusus dalam menentukan kebijakan dalam pendidikan di Indonesia. Kemudian,
lahirlah RPJM yang di dalamnya memuat aturan untuk mereformulasi metodologi
pembelajaran dalam sekolah. Sesuai dengan landasan filosofis yang dijadikan tumpuan,
maka meode pembelajaran yang akan digunakan, kemungkinan adalah model student sentries, yaitu
model pembelajaran yang terfokus pada siswa.[11]
Hal ini akan kita temukan pada poin
rasionalitas penambahan jam pelajaran, di mana di dalamnya terdapat suatu ide
tentang perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa
mencari tahu). Model pembelajaran semacam ini kita kenal dengan metode
pembelajaran inkuiri. Strategi pembelajaran inkuiri ini berangkat dari asumsi
bahwa sejak manusia lahir ke dunia, menusia memiliki dorongan untuk menemukan
sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam di sekelilingnya
merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia.[12]
Secara umum, kurikulum 2013 berlandaskan
pada tiga hal, yaitu aspek filosofis, yuridis, dan konseptual. Hasil analisa
Penulis memberika suatu kesimpulan umum bahwa kurikulum ini akan melakukan
perubahan dalam hal materi, metode pembelajaran, pengembangan kompetensi,
relevansi dengan kodisi masyarakat tiap satuan pendidikan, proses pembelajaran (input,
proses, output), dan sistem evaluasi dan penilaian. Yang selanjutnya dapat dilihat pada draf
kurikulum bahwa perubahan terjadi pada empat elemen yaitu: standar proses, isi,
lulusan dan penilaian.
Penyempurnaan Standar Kompetensi
Lulusan memperhatikan pengembangan nilai, pengetahuan, dan keterampilan secara
terpadu dengan fokus pada pencapaian kompetensi. Pada setiap jenjang pendidikan, rumusan
empat kompetensi inti yang berupa penghayatan dan pengamalan agama, sikap, keterampilan, dan
pengetahuan menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar pada setiap kelas.[13]
Perubahan Standar Isi dari kurikulum
sebelumnya yang mengembangkan kompetensi dari mata pelajaran menjadi fokus pada
kompetensi yang dikembangkan menjadi mata pelajaran melalui pendekatan
tematik-integratif (Standar Proses).[14]
Perubahan pada Standar Proses berarti
perubahan strategi pembelajaran. Guru wajib merancang dan mengelola proses
pembelajaran aktif yang menyenangkan. Peserta didik difasilitasi untuk
mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan,danmencipta.[15]
Perubahan Struktur Kurikulum telah
memancing reaksi pro-kontra terkait pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS
dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa
Indonesia, dan Matematika pada jenjang SD. Integrasi kompetensi dasar yang
biasanya diwadahi dalam mata pelajaran IPA dan IPS ke dalam mata pelajaran
Matematika dan Bahasa Indonesia menuntut guru terus mengembangkan kompetensi
profesional dan pedagogi mereka agar proses pembelajaran tematik-integratif
bisa mengantar peserta didik mencapai standar kompetensi lulusan.[16]
Sebagai bagian penting dalam rangkaian
desain kurikulum, Standar Penilaian pun seyogianya berubah pula di kemudian
hari. Penilaian yang mengukur hanya hasil pencapaian kompetensi harus bergeser
menjadi penilaian otentik yang mengukur kompetensi sikap, keterampilan, serta
pengetahuan berdasarkan hasil dan proses.
Pemaparan
tentang rasional penambahan jam di atas menjelaskan bahwa yang menjadi perbandingan atas
jam belajar adalah Negara yang mempunyai empat musim, berbada dengan Indonesia
yang hanya mempunyai 2 musim, hal ini juga mempengaruhi beban jam yang menjadi
patokan, karena, di dalam Negara yang mempunyai empat musim jumlah libur lebih
banyak, dibandingkan dengan yang mempunyai dua musim.
Walaupun jam
belajar dalam sekolah di Indonesia belum memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh OECD, akan tetapi
fenomena yang terjadi di Indonesia, banyak orang tua yang memberikan les
tambahan bagi anaknya. Jadi menurut hemat penulis, setidaknya perlulah di
pertimbangkan lagi penambahan jam tersebut.
Melihat jam
tambahan yang paling banyak adalah jenjang SD, perlu kiranya saya menyajikan
pendapat yang penulis ambil dari Achmad P Nugraha yang dikutip dari dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidillah Badrun, yang menyampaikan bahwa
rencana tersebut (rasional penambahan
jam) hanyalah logika "pura-pura", karena
meskipun mata pelajaran berkurang, pemerintah menambah jam belajar siswa di
sekolah. Lebih lanjut lagi dia memproyeksikan bahwa bertambahnya jam belajar
siswa di sekolah akan mengurangi waktu bermain siswa. Di sisi lain, kurikulum
ini dinilai belum “siap” untuk diterapkan dalam dunia pendidikan.[17]
Kalau melihat secara umum dalam draf kurikulum 2013 tampak
disana, bahwa kurikulum tersebut cenderung menggunakan
model konsep kurikulum subyek akademis dimana tujuan dari kurikulum
tersebut adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa untuk
menggunakan ide-ide dan proses penelitian, karena dengan pengetahuan ini
dimungkinkan para siswa mempunyai kosep-konsep dan cara-cara yang dapat terus
dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas.[18]
Menurut hemat
penulis, perumusan rinci SKL yang telah dijelaskan dalam draf kurikulum 2013 di
atas, belum serinci seperti yang telah dijelaskan dalam SKL Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah dirumuskan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) yang menjelaskan SKL-SP yang di dalamnya menjelaskan tentang
rincian Kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.[19]
Seharusnya, sebagai kurikulum penyempurna ataupun perubah setidaknya harus
memberikan pembanding lebih baik atau sepadan, dalam hal ini perincianya harus
sepadan, walaupun tidak bisa dipungkiri kurikulum 2013 memberikan penambahan
kompetensi yang lebih bermanfaat bagi pembentukan karakter dan kompetensi bagi
peserta didik.
Wacana tentang
integrasi[20]
mata pelajaran sebenarnya sudah pernah dilontarkan pada rencana kurikulum
pendidikan 1964 namun pada tema yang berbeda, pada rencana kurikulum 1964 mata
pelajaran agama yang diintegrasikan kepada mata pelajaran lain seperti yang
telah di jelaskan oleh Prof. Abd. Rachman Assegaf dalam bukunya yang berjudul
Politik Pendidikan Nasional:
Pada rencana pendidikan 1964, Pendidikan Agama/ Budi
Pekerti dimasukkan dalam Wardhana (bidang studi) perkembangan moral dan
diintegrasikan antara pelajaran sejarah, ilmu bumi dan kewarganegaraan.[21]
Dari sebuah
wawancara antara salah satu wartawan Vivanew.com, dengan kemendikbud
menjelaskan bahwa kemendikbud menggagas pendidikan kita harus berdasarkan
kepada pembentukan sikap dan karakter yang lebih baik, supaya tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan seperti yang kita ketahui sekarang
ini bahwa banyak antar siswa saling tawuran, pemerintahan yang korups, dll.
Semua sikap ini merupakan hasil dari kurikulum pendidikan sebelumnya yang
kurang menekankan dalam pembentukan karakter.[22]
Dapat diambil kesimpulan bahwa karakter disini lebih bersifat pada sikap atau
watak individu senada dengan pengertian Sigmund Freud bahwa karakter merupakan
kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu system daya juang yang melandasi
pemikiran, sikap, dan perilaku.[23]
Melihat
transparasi anggaran yang telah di jabarkan diatas setidaknya terdapat
perincian secara jelas mengenahi transparasi tersebut, namun transparasi
tersebut masih menimbulkan sejumlah pertanyaan? Dimana dalam 2 tahun
berturut-turut harus mengeluarkan biaya sebayak itu hanya untuk menjalankan
proses penyempurnaan kurikulum, hal yang mengejutkan lagi banyaknya rumor dalam
surat kabar yang memberikan wacana bahwa anggaran kurikulum 2013 membengkak
hingga 1,4 triliun rupiah. Banyaknya simpang siur ini menandakan bahwa
pemerintah khususnya kemendikbud belum memberikan transparasi sepenuhnya
tentang anggaran. Hal yang perlu diwaspadai adalah adanya aliran dana yang
bocor atau tidak nantinya.
D.
Ramalan
Melihat pemaparan data di atas, terlihat jelas bahwa
pendidikan Indonesia nantinya akan lebih menekankan dan mengandalkan
efektifitas baik dalam interaksi pembelajaran, pemahaman, penyerapan, dan
transformasi nilai yang secara keseluruhan dibungkus oleh sistem nilai yaitu
nilai universal, nasional, dan lokal.
Dalam aspek
interaksi, perbaikan
manajemen dan kepemimpinan akan lebih diperhatikan lagi. Interaksi antar sesama
guru, guru dengan kepada sekolah, guru dengan siswa, dan interaksi antara pihak
sekolah dan masyarakat. Kemudian dalam aspek pemahaman, proses pembelajaran
akan dirancang sedemikian rupa untuk mencapai pemahaman siswa yang efektif,
yaitu proses pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui
observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar), asosiasi, bertanya,
menyimpulkan, mengkomunikasikan, menemukan (inkuiri) dan lain-lain. Dengan
demikian, proses pembelajaran akan jauh dari kesan teacer sentries yang selama
ini banyak dipraktekkan dalam pembelajaran secara umum di sekolah-sekolah,
sebaliknya model pembelajaran ini lebih terfokus pada siswa, sementara guru dengan
berbagai pengalaman yang dimilikinya- hanyalah bertugas sebagai fasilitator,
motivator, pengarah, pembimbing, dan penasehat.
Kemudian, dalam hal penyerapan, proses pembelajaran
pada kurikulum ini, tidak hanya menekankan pada sisi kognitif saja, seperti
halnya yang sering dialami sekarang, akan tetapi lebih dari itu, sisi afektif
dan psikomotorik juga mendapat perhatian. Hal ini dilakukan dengan usaha
maksimal dalam proses penyerapan dan tranfirmasi nilai.
Wacana tentang
pendidikan karakter nantinya akan semakin menguntungkan bagi guru agama karena
pelajaran agama tidak akan dipandang sebelah mata lagi oleh peserta didik
(karena pelajaran agama tidak masuk kedalam salah satu mata pelajaran yang
diujikan). Imbasnya bahwa nantinya akan banyak lembaga bimbingan belajar yang
membuka les privat untuk bidang
pelajaran keagamaan. Selain itu, setidaknya dengan standar penilaian
yang berubah dari hanya segi kognisi, menjadi semua ranah dari kognisi, afeksi
dan psikomotor sebagai aspek penilaian, akan memperbaiki perilaku peserta
didik, karena mereka akan berfikir ulang jika melakukan suatu tindakan yang
kurang bermoral karena sistem penilaian tersebut.
Menyikapi adanya
tender dalam penggandaan buku, maka para penerbit akan semakin berlomba-lomba
memberikan wawasan buku yang bermuatan kualitas yang bagus, hal ini
menguntungkan siswa karena, mereka nantinya akan diberikan suguhan buku yang
bermutu. Adapun wacana tentang buku gratis, sangat menguntungkan bagi siswa dan
orangtua/wali karena mereka tidak akan dibebankan lagi dengan pungutan bebas hukum
yang mengatas namakan peningkatan pendidikan. Orang tua tidak perlu lagi
menyisihkan uang untuk membeli LKS dan buku-buku yang lainnya. Di sisi lain
penerbit buku mungkin akan mengalami pengurangan laba atau keuntungan karena
akan terjadi pengurangan konsumen. Hal ini juga membuat para guru yang telah
membuat group pengadaan LKS untuk menambah penghasilan sampingan akan
terkurangi.
Rencana pemerintah
sudah menetapkan SK, KD, beserta Indikator, di sisi lain rencana ini akan
meringankan beban administrasi guru, sehingga guru tidak lagi disibukkan dalam
pembuatan SK, KD, ataupun indikator. Namun dipihak lain ini akan membuat guru
kurang kreatif dalam peran serta membangun kompetensi siswa, dan kecenderungan yang akan terjadi nantinya adalah kurikulum
menjadi bersifat sentralis lagi. Guru akan kurang tanggap dengan karakter
daerah yang seharusnya menjadi landasan pembuatan kurikulum.
E.
Tanggapan
Hal penting yang selama ini menjadi sorotan
banyak kalangan, terutama kalangan yang menolak adanya kurikulum baru ini
terletak pada poin pendekatan tematik integrative dalam mata pelajaran. Sorotan
dan penolakan dari beberapa pakar pendidikan terletak pada integrasi mata
pelajaran bahasa Indonesia dalam IPA pada jenjang Sekolah Dasar. Salah satu
tokoh pendidikan bernama Yohanes mengatakan bahwa tidak mungkin akan
terealisasi adanya rencana integrasi Bahasa Indonesia ke dalam IPA, karena
terdapat perbedaan indikator dalam kedua mata pelajaran tersebut. Jika hal ini
terpaksa direalisasikan, maka yang akan terjadi adalah banyak materi yang akan
hilang. Akan tetapi, beliau memberikan solusi dari problem ini, menurut beliau,
integrasi Bahasa Indonesia ke dalam IPA dapat dilakukan di SD kelas 1 sampai 3,
adapun kelas 4 sampai 6,harus terpisah antara mata pelajaran Bahasa Indonesia
dan IPA.[24]
Kurikulum 2013 amat sentralistik, bertentangan dengan semangat reformasi
yang menghendaki desentralisasi, yaitu desentralisasi pengelolaan pendidikan
agar dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan kondisi daerah.
Bukti nyata desentralisasi pengelolaan pendidikan ini adalah
diberikannya kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan berkenaan
dengan pengelolaan pendidikan, seperti tercermin dalam pengelolaan kurikulum,
baik dalam penyusunan maupun pelaksanaannya di sekolah. Kurikulum model KTSP
memberi peluang bagi guru dengan harapan model KTSP dapat menjadi pedoman
bagi guru dalam menyusun silabus yang sesuai dengan kondisi sekolah dan
potensi daerah masing-masing.[25]
Sedangkan kurikulum 2013 jelas kurang menghargai otonomi guru, sekolah, dan
daerah.
Mengenahi tema
kurikulum 2013 tentang tematik-integratif, menurut hemat penulis setidaknya
perlulah diusung tentang Pertama:
Pendidikan yang Pluralistik yaitu pendidikan yang menanamkan sikap yang
toleran dan inklusif sehimgga relasi antar kelompok yang majemuk dapat terjalin
secara harmonis dan damai.[26]
Kedua: Pendidikan yang berwawasan Budaya yaitu Pendidikan kita perlu di
kondisikan dalam kondisi keberagaman bangsa dan pancasila, sehingga anak-anak
kita merasakan keberagaman sebagai suatu yang alamiyah, mereka merasa senang
hidup bersama dengan orang lain yang memiliki perbedaan baik agama, etnik, budaya,
dan lain sebagainya. Yang menyatukan mereka adalah semangat bhineka tunggal
ika.[27]
Atau dalam bahasa benni setiawan dinamakan kurikulum berbasis budaya (KBB),
yaitu kurikulum yang berdasar pengembalian atau penggalian kembali khazanah
budaya bangsa yang telah lam ditinggalkan.[28]
KBB akan mendorong penciptaan kurikulum berbasis kearifan lokal sesuai dengan
amanat PP No. 19 tahun 2005 Tentang SNP Pasal 17 ayat 1 yaitu: Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik
daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.[29]
Koalisi Pendidikan,
Praktisi Pendidikan, Federasi Serikat Guru Indonesia, Orang Tua Murid, dan ICW
menolak perubahan kurikulum pendidikan KTSP 2006 menjadi Kurikulum 2013.
Perubahan kurikulum tidak memiliki latar belakang yang kuat dan terkesan
terburu-buru. Alih-alih menyempurnakan kurikulum yang ada, perubahan ini
seperti membongkar secara keseluruhan kurikulum yang ada dan tidak dapat
menjamin pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Kami menolak perubahan
kurikulum dengan alasan:
1. Tidak ada alasan dan latar belakang yang jelas mengapa kurikulum
harus diubah.
2. Perubahan kurikulum dilakukan secara reaktif, tanpa ada visi
yang jelas mengenai pendidikan.
3. Perubahan kurikulum tidak didahului dengan riset dan evaluasi
terhadap pelaksanaan kurikulum KTSP 2006.
4. Perubahan kurikulum tidak melibatkan para guru dan pakar
pedagogik dalam proses penyusunan kurikulum.
5. Perubahan kurikulum terkesan dipaksakan dan asal-asalan yang
akan berakibat pada guru dan murid menjadi korban.
6.
Perubahan
kurikulum hanya akan menguntungkan penerbit buku.[30]
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
kurikulum
adalah seperangkat recana dan pengaturan mengenahi tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menteri Pendidikan
dan kebudayaan menyatakan bahwa “Kurikulum 2013 menekankan pada Kreatifitas
Inovasi dan Karakter.”
Dilihat dari
landasan filosofis, kurikulum 2013 lebih mengusung model konsep subyek akademis, yang
dilandasi filsafat pragmatis yang disebut juga dengan aliran progresifisme.
Wacana tentang integrasi mata pelajaran
sebenarnya sudah pernah dilontarkan pada rencana kurikulum pendidikan 1964
namun pada tema yang berbeda, pada rencana kurikulum 1964 mata pelajaran agama
yang diintegrasikan kepada mata pelajaran lain.
B.
Saran
Berdasarkan pada hasil analisa yang telah
dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa hal yang hendak penulis sampaikan kepada semua pihak yang berkeinginan
untuk selalu memajukan pendidikan, yaitu:
Kurikulum yang
bertemakan pendidikan karakter sangat bagus, namun alangkah baiknya, jika
mengusung tema yang bercirikan tentang basis budaya dan pendidikan pluralisme,
mengingat Indonesia merupakan Negara yang mempunyai beragam etnis, budaya,
agama dan lain-lain.
Menurut hemat penulis, tentang
semangat desentralisasi yang telah terdapat pada KTSP tetaplah dipertahankan,
terutama dalam pembuatan kurikulum yang diserahkan kepada satuan pendidikan,
karena hal tersebut akan membuat para guru semakin tanggap dan kreatif dalam
memahami potensi budaya daerah mereka. Yang perlu ditekankan adalah, adanya
pengawasan pemerintah tentang pelaksanaan kurikulum dalam satuan pendidikan
tersebut supaya tidak terjadi penyelewengan.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Abd. Rachman, Politik Pendidikan Nasional, Yogyakarta:
Kurnia Kalam, 2005.
Djohar, Perkembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan, Yogyakarta:
Grafika Indah, 2006.
Http//www.kemendiknas.go.id// kemdikbud/ wawancara-mendikbud-kurikulum-2013 / diakses tanggal 11 maret 2013.
Http//www.kurikulum2013.kemendikbud.go.id/ diakses
tanggal 3 Maret 2013
Http://Edukasi.Kompasiana.Com/2012/12/09/ Kurikulum-2013-Tanpa-Arah-Dan-Tujuan / dalam Google di akses pada tanggal 11 Maret 2013.
Http://www.Change.Org/Id/Petisi/Tolak-Perubahan-Kurikulum-Pendidikan/ dalam google di akses tanggal 13 Maret 2013.
Khaerudin, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan:
Konsep dan Implementasinya di Madrasah, Yogyakarta:
Pilar Media, 2007.
Lie, Anita, “Wacana Kurikukulum 2013”, dalam
http//www. Compas.com/ diakses
tanggal 13 Maret 2013.
Mulyasa E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Mustafa Dwi, “ada apa dengan kurikulu 2013”
dalam http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/02/ ada-apa-dengan-kurikulum-2013- 521732.html.
Nugraha, Achmad P, “Kurikulum
2013 Dipersimpangan Jalan”, dalam, http://kampus.okezone.com/ diakses
tanggal 11 Maret 2013.
PP. No. 19 Tahun 2005
Tentang SNP Bab I Pasal 1 butir 13.
Pradipto, Y. Dedi, Belajar Sejati VS Kurikulum Nasional,
Yogyakarta: Kanisius, 2012.
Qadir, Abdul, “Proyek
Kurikulum 2013” dalam Http//www. TribunNews.com/,
Jakarta, diakses pada tanggal 13 Maret 2013.
Rosiani, Dewi, “Gurupun Harus
Berkarakter”, dalam Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, edisi Senin 18 Maret 2013.
Sanjaya, Wina, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011.
Sayyid, Ach., “Analisis Kurikulum Pendidikan Nasional 2013 “Kaca
Pandang Filsafat Pendidikan” dalam http: //keyboard-cakrawala. blogspot. Com.
Setiawan, Beni, Agenda Pendidikan Nasional, Yogyakarta:
Arruzz, 2008.
Shihab, Najwa “Terkungkung Kurikulum”, dalam Mata Najwa di Metro
TV, Rabu, 09 Januari 2013 jam 21.30.
Sindunata, ed, Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita, Yogyakarta:
Kanisius, 2006.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS bab I
Pasal 1 Butir 19.
Zuhairini, DKK, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakart: Bumi Aksara, 2004.
[1] Anggaradian, “asas-asa
kurilulum” dalam http://anggaradian.wordpress.com/ asas-asas-kurikulum / diakses tanggal 11 Maret 2013
[2] Dwi mustafa, “ada apa
dengan kurikulu 2013” dalam http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/02/ ada-apa-dengan-kurikulum-2013- 521732.html. diakses tanggal 11 Maret 2013
[5] Khaerudin dan
Mahfud Junaedi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Konsep dan
Implementasinya di Madrasah, (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), hal. 23
[8] http://edukasi.kompasiana.com/2012/12/09/ kurikulum-2013-tanpa-arah-dan-tujuan / dalam Google di akses pada tanggal 11 Maret 2013.
[9] Data di ambil dari FITRA,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada artikel Abdul Qadir, “Proyek Kurikulum
2013” dalam Http//www. TribunNews.com/,
Jakarta, diakses pada tanggal 13 Maret 2013.
[11] Ach. Sayyid, “Analisis Kurikulum
Pendidikan Nasional 2013 “Kaca Pandang Filsafat Pendidikan” dalam http://keyboard-cakrawala.blogspot.com/2013/02/
diakses pada tanggal 07 Maret 2013
[12] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media,
2011), hal. 196
[13] Anita Lie, “Wacana
Kurikukulum 2013”, dalam http//www. Compas.com/
diakses tanggal 13 Maret 2013.
[17] Achmad P Nugraha, “Kurikulum
2013 Dipersimpangan Jalan”, dalam, http://kampus.okezone.com/ diakses
tanggal 11 Maret 2013.
[18] Untuk lebih jelasnya baca
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 84-85
[19] Secara lengkap SKL
tersebut dapat dilihat dalam bukunya E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), hal. 91-109.
[20] Wacana ini sebenarnya
juga sudah digagas oleh mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Amin Abdullah
lewat berbagai bukunya, diantaranya adalah Islamic Studies diperguruan tinggi,
untuk membuat paradigm baru tentang pendekatan keilmuan pada UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
[21] Dr. Abd. Rachman Assegaf,
Politik Pendidikan Nasional,
(Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005), hal. 137.
[22] http//www.kemendiknas.go.id//
kemdikbud/wawancara-mendikbud-kurikulum-2013/ diakses tanggal 11 maret 2013.
[23] Dewi Rosiani, “Gurupun
Harus Berkarakter”, (Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat edisi Senin 18 Maret 2013),
hal. 14
[24] Kesimpilan dari wawancara ekslufif antara Najwa dan Yohanes dalam
program “Terkungkung Kurikulum” di Metro TV, Rabu, 09 Januari 2013 jam 21.30
[27] Prof. H. Djohar, Perkembangan
Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan, (Yogyakarta: Grafika Indah,
2006), hal. 127.
[30] http://www.change.org/id/petisi/tolak-perubahan-kurikulum-pendidikan/ dalam google di akses tanggal 13 Maret 2013.
trim,s say..atas bantuannya melalui tulisan ini..sangat bermanfaat sbg penambahan khazanah pengetahuan, semoga pahalanya terus bertambah..
BalasHapus