Selasa, 19 Agustus 2014

kurikulum 2013

ANALISIS DRAF KURIKULUM 2013

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Analisis Kebijakan Pendidikan Islam
Dosen pengampu : Prof. Dr. H. Abd. Rachman Assegaf, M.Ag.





Disusun oleh : Laila Ngindana Zulfa
NIM : 1220410049

PROGAM PASCASARJANA PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
Pendahuluan
A.             Pengantar
Kurkulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa kurikulum, proses pendidikan tidak akan berjalan mulus. Kurikulum diperlukan sebagai salah satu komponen untuk menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam kurikulum terangkum berbagai kegiatan dan pola pengajaran yang dapat menentukan arah proses pembelajaran.[1]
Sejatinya, kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran yang mencakup tujuan, isi, bahan, dan cara atau metode pembelajaran yang menjadi pedoman pelaksanaan dalam suatu program pendidikan.
Kurikulum dapat dikelompokkan dalam dua pengertian, yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, kurikulum adalah konsep yang merujuk pada sistem pendidikan yang berlaku. Dalam arti sempit, kurikulum dapat berarti kesatuan beberapa mata pelajaran, satu mata pelajaran, kelompok rumpun keilmuan, suatu program rencana pembelajaran, dan sebagainya, yang menjelaskan tentang rencana rangkaian kegiatan pembelajaran.[2]
Perubahan kurikulum itu merupakan sesuatu yang nicaya, pasti, dan kebutuhan yang terus berkembang. Kurikulum harus menjadi wahana yang efektif untuk mewujudkan kondisi yang idealisasi dengan kondisi kekinian.
Kurikulum tidak dapat dipatok harus berlaku 10 tahun atau 15 tahun. Kurikulum bersifat dinamis dan terus berkembang, dan wajib mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Persoalan kurikulum itu dipakai untuk waktu tertentu, karena masih dianggap relevan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan aspek teoretis berkembangnya ilmu pengetahuan dan aspek empiris implementasi dan manajemen kurikulum. Selain itu, persepsi masyarakat terhadap output pendidikan juga harus diakomodasi secara memadai.[3]
Kurikulum pendidikan suatu bangsa semestinya terkait dan selaras dengan arah pembangunan nasional. Saat ini, arah pembangunan nasional tidak jelas sehingga arah kurikulum pendidikan untuk mencetak manusia unggul juga tidak jelas. Tanpa kejelasan arah pembangunan bangsa, kurikulum pendidikan menjadi kabur, bisa dijejali berbagai materi pelajaran yang tak penting, bahkan bisa disisipi kepentingan politik sesaat.
Sudah saatnya rapor memuat juga uraian komprehensif indikator perkembangan sikap-sikap utama, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, motivasi, kerja sama, dan lain-lain. Penerapan Kurikulum Tematik Integratif (KTI) untuk sekolah dasar, yang diumumkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhmmad. Nuh. Keputusan itu patut diapresiasi mengingat sedikitnya ada dua hal di dalamnya. Pertama, perampingan muatan kurikulum dari 10 menjadi enam mata pelajaran. Kedua, sifat integratif kurikulum yang akan dialirkan melalui tema-tema. [4]
Namun alangkah baiknya, jika draf kurikulum baru yang berjudul kurikulum 2013 yang telah dirumuskan oleh pemerintah, perlu dianalisa lebih dalam lagi, sebelum kurikulum ini diterapkan kepada seluruh rakyat Indonesia yang akan dimulai pada bulan Juli mendatang. Benarkah kurikulum itu layak atau tidak ataukah hanya sebagai proyek pemerintah untuk menghabiskan anggaran saja?.


BAB II
PEMBAHASAN

A.          Tinjauan Tentang Kurikulum
Kurikulum ditinjau dari asal katanya berasal dari bahasa Yunani yang mula mulanya digunakan dalam bidang olah raga yaitu kata curre yang berarti jarak tempuh lari, sedangkan dalam kosa kata Arab, kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupan.[5]
Secara lebih rincinya pengertian kurikulum telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 1 butir ke 13 pada Bab ketentuan umum, bahwa kurikulum adalah seperangkat recana dan pengaturan mengenahi tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[6] Pengertian ini tidak berubah dari pengertian yang dikeluarkan dari SK Mentri Pendidikan dan Kebudayaan no. 060/U/1993, 25 Pebruari 1993, yang telah menjelaskan hal demikian manun bahasa yang digunakan belum satuan pendidikan tetapi masih menggunakan kegiatan belajar-mengajar di sekolah.[7]
Senada dengan pengertian di atas, Oemar Hamalik menyatakan bahwa kurikulum adalah suatu alat yang amat penting dalam rangka merealisasi dan mencapai tujuan pendidikan sekolah. Dalam arti luas kurikulum dapat diartikan sesuatu yang dapat mempengaruhi siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Namun, kurikulum haruslah direncanakan agar pengaruhnya terhadap siswa benar-benar dapat diamati dan diukur hasilnya. Adapun hasil–hasil belajar tersebut haruslah sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, sejalan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, relevan dengan kebutuhan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, sesuai dengan tuntutan minat, kebutuhan dan kemampuan para siswa sendiri, serta sejalan dengan dengan proses belajar para siswa yang menempuh kegiatan-kegiatan kurikulum.[8]
Dengan melihat dari pemaparan di atas sehubungan dengan kurikulum, dapat dipahami bahwa kurikulum merupakan kebutuhan yang sangat penting (Urgen) dalam pendidikan. Suatu pendidikan yang memiliki rencana yang matang, dalam arti mengembangkan kurikulum dengan matang, akan lebih dekat dengan keberhasilan untuk mencapai pada tujuan yang diinginkan, jika dibandingkan dengan suatu lembaga pendidikan yang sama sekali tidak memiliki recana.

B.              Pemaparan Data
Pada bagian ini akan penulis paparkan beberapa data yang penulis download dari kurikulum2013.kemendikbud.go.id, tentang draf yang berisi rencana kurikulum 2013 yang akan diberlakukan mulai tahun bulan Juli mendatang:
1.            Landasan pengembangan kurikulum
a.       Aspek Filosofis
Pada aspek filosofis setidaknya terdapat dua penjelasan yang melandasi adanya kurikulum 2013 yaitu:
1)      Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
2)      Kurikulum berorientasi pada pengembangan kompetensi
b.      Aspek Yuridis
1)      RPJM 2010-2014 Sektor Pendidikan yang membahas tentang perubahan metodologi pembelajaran dan penataan kurikulum.
2)      INPRES No. 1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan Nasional: penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya Bangsa untuk membentuk daya saing karakter Bangsa.
c.       Aspek Konseptual
Dalam aspek konseptual yang menjadi landasan pengembangan kurikulum adalah:
1)      Relevansi
2)      Model kurikulum berbasis kompetensi
3)      Kurikulum lebih dari sekedar konseptual
4)      Proses pembelajaran yang terdiri dari aktivitas, out put, dan out come belajar
5)      Penilaian, yaitu kesesuaian teknik penilaian dengan kompetensi penjenjangan penilaian.
2.            Rasional Pengembangan kurikulum
a.       Rasionalitas penambahan jam pelajaran
Penambahan jam adalah konsekuensi logis sebuah usaha untuk lebih memperhatikan kognitif, afektif, dan psikomotik. Selain alasan itu, ada beberapa argumentasi dan rasionalitas penambahan jam pelajaran sebagaimana berikut:
1)      Perubahan proses pembelajaran dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu dan proses penilaian dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output memerlukan penambahan jam pelajaran (Progresif)
2)      Kecenderungan akhir-akhir ini banyak negara menambah jam pelajaran KIPP di AS, Korea Selatan
3)      Perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat
4)      Walaupun pembelajaran di Finlandia relatif singkat, tetapi didukung dengan pembelajaran tutorial
b.      Permasalahan kurikulum 2006
1)      Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya matapelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.
2)      Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
3)      Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
4)      Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum.
5)      Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
6)      Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
7)      Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala.
8)      Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.
3.            Standar Kompetensi Lulusan
Description: Description: Description: Description: iklan3-gbr4
4.            Anggaran Kurikulum 2013
Anggaran untuk kurikulum baru sudah mulai dialokasikan pada tahun 2012 dengan nama alokasi dana pengembangan kurikulum yang mencapai Rp.170.891.439.000. Selanjutnya, pada tahun  2013, muncul anggaran perubahan atau penyempurnaan kurikulum dengan alokasi dana sebesar Rp.95.020.000.000. Berikut peruntukan alokasi anggarannya:[9]
1)      Dokumen bahan standar kompetensi pendidikan: Rp 697.000.000
2)      Laporan penelitian kurikulum: Rp 688.000.000
3)      Dokumen bahan kebijakan kurikulum dan perbukuan: Rp 9.403.000.000
4)      Model kurikulum: Rp 464.000.000
5)      Model bahan ajar: Rp 3.670.000.000
6)      Model sarana pembelajaran: Rp 304.000.000
7)      Pengembangan kurikulum provinsi: Rp 2.846.000.000
8)      Pengembang kurikulum kabupaten/kota: Rp 9.406.000.000
9)      Sekolah rintisan kurikulum: Rp 16.387.000.000
10)  Fasilitator kurikulum daerah: Rp 511.000.000
11)  Lembaga pengembang kurikulum: Rp 420.000.000
12)  Dokumen hak cipta buku: Rp 3.225.000.000
13)  Dokumen rekomendasi buku bebas PPN: Rp 360.000.000
14)  Penulisan naskah buku pendidikan: Rp 1.023.000.000
15)  Buku yang diterjemahkan: Rp 774.000.000
16)  Buku braille yang telah dialihaksarakan: Rp 469.000.000
17)  Buku hasil pengadaan sebanyak 538.678 buah: Rp 8.090.000.000
18)  Dokumen peta profil variable karakter bangsa: Rp 525.000.000
19)  Satuan pendidikan dievaluasi sebanyak 693 sekolah: Rp 3.149.000.000
20)  Buku teks pelajaran terstandar 200 buku/jilid: Rp 4.326.000.000
21)  Buku non-teks pelajaran terstandar sebanyak 1.131 buku: Rp 8.188.000.000
22)  Naskah hasil sayembara: Rp 4.464.000.000
23)  Penulisan buku pendidikan yang kompeten: Rp 1.600.000.000
24)  Publikasi kurikulum dan perbukuan: Rp 316.000.000
25)  Sertifikat ISO: Rp 346.000.000
26)  Dokumen manajemen Puskurbuk: Rp 4.297.000.000
27)  Daerah rintisan pengembangan buku murah: Rp 6.708.000.000
28)  Dokumen informasi kurikulum dan perbukuan: Rp 2.364.000.000

C.             Analisa Data
Dari aspek filosofis, Nampak terlihat jelas bahwa rancangan kurikulum ini berlandaskan pada filsafat pragmatis, yang kemudian dalam pendidikan dikenal aliran progresif. Aliran ini menentang dan menolak otoritarisme dan absolutisme dalam pendidikan.[10] Sebagai implikasi dari faham ini adalah, bahwa pendidikan haruslah dirancang sesuai kebutuhan subjek didik dan kebutuhan masyarakat serta lingkungan.
Menurut hemat Penulis, produk pemikiran tentang landasan filosofis yang telah dipaparkan pada subbab di atas merupakan sebuah hasil pemikiran dari orang-orang yang mempunyai wewenang khusus dalam menentukan kebijakan dalam pendidikan di Indonesia. Kemudian, lahirlah RPJM yang di dalamnya memuat aturan untuk mereformulasi metodologi pembelajaran dalam sekolah. Sesuai dengan landasan filosofis yang dijadikan tumpuan, maka meode pembelajaran yang akan digunakan, kemungkinan adalah model student sentries, yaitu model pembelajaran yang terfokus pada siswa.[11]
Hal ini akan kita temukan pada poin rasionalitas penambahan jam pelajaran, di mana di dalamnya terdapat suatu ide tentang perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu). Model pembelajaran semacam ini kita kenal dengan metode pembelajaran inkuiri. Strategi pembelajaran inkuiri ini berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, menusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia.[12]
Secara umum, kurikulum 2013 berlandaskan pada tiga hal, yaitu aspek filosofis, yuridis, dan konseptual. Hasil analisa Penulis memberika suatu kesimpulan umum bahwa kurikulum ini akan melakukan perubahan dalam hal materi, metode pembelajaran, pengembangan kompetensi, relevansi dengan kodisi masyarakat tiap satuan pendidikan, proses pembelajaran (input, proses, output), dan sistem evaluasi dan penilaian. Yang selanjutnya dapat dilihat pada draf kurikulum bahwa perubahan terjadi pada empat elemen yaitu: standar proses, isi, lulusan dan penilaian.
Penyempurnaan Standar Kompetensi Lulusan memperhatikan pengembangan nilai, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu dengan fokus pada pencapaian kompetensi. Pada setiap jenjang pendidikan, rumusan empat kompetensi inti yang berupa penghayatan dan pengamalan agama, sikap, keterampilan, dan pengetahuan menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar pada setiap kelas.[13]
Perubahan Standar Isi dari kurikulum sebelumnya yang mengembangkan kompetensi dari mata pelajaran menjadi fokus pada kompetensi yang dikembangkan menjadi mata pelajaran melalui pendekatan tematik-integratif (Standar Proses).[14]
Perubahan pada Standar Proses berarti perubahan strategi pembelajaran. Guru wajib merancang dan mengelola proses pembelajaran aktif yang menyenangkan. Peserta didik difasilitasi untuk mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan,danmencipta.[15]
Perubahan Struktur Kurikulum telah memancing reaksi pro-kontra terkait pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa Indonesia, dan Matematika pada jenjang SD. Integrasi kompetensi dasar yang biasanya diwadahi dalam mata pelajaran IPA dan IPS ke dalam mata pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia menuntut guru terus mengembangkan kompetensi profesional dan pedagogi mereka agar proses pembelajaran tematik-integratif bisa mengantar peserta didik mencapai standar kompetensi lulusan.[16]
Sebagai bagian penting dalam rangkaian desain kurikulum, Standar Penilaian pun seyogianya berubah pula di kemudian hari. Penilaian yang mengukur hanya hasil pencapaian kompetensi harus bergeser menjadi penilaian otentik yang mengukur kompetensi sikap, keterampilan, serta pengetahuan berdasarkan hasil dan proses.
Pemaparan tentang rasional penambahan jam di atas menjelaskan bahwa yang menjadi perbandingan atas jam belajar adalah Negara yang mempunyai empat musim, berbada dengan Indonesia yang hanya mempunyai 2 musim, hal ini juga mempengaruhi beban jam yang menjadi patokan, karena, di dalam Negara yang mempunyai empat musim jumlah libur lebih banyak, dibandingkan dengan yang mempunyai dua musim.
Walaupun jam belajar dalam sekolah di Indonesia belum memenuhi standar yang  telah ditetapkan oleh OECD, akan tetapi fenomena yang terjadi di Indonesia, banyak orang tua yang memberikan les tambahan bagi anaknya. Jadi menurut hemat penulis, setidaknya perlulah di pertimbangkan lagi penambahan jam tersebut.
Melihat jam tambahan yang paling banyak adalah jenjang SD, perlu kiranya saya menyajikan pendapat yang penulis ambil dari Achmad P Nugraha yang dikutip dari dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidillah Badrun, yang menyampaikan bahwa rencana tersebut (rasional penambahan jam) hanyalah logika "pura-pura", karena meskipun mata pelajaran berkurang, pemerintah menambah jam belajar siswa di sekolah. Lebih lanjut lagi dia memproyeksikan bahwa bertambahnya jam belajar siswa di sekolah akan mengurangi waktu bermain siswa. Di sisi lain, kurikulum ini dinilai belum “siap” untuk diterapkan dalam dunia pendidikan.[17]
Kalau melihat secara umum dalam draf kurikulum 2013 tampak disana, bahwa kurikulum tersebut cenderung menggunakan  model konsep kurikulum subyek akademis dimana tujuan dari kurikulum tersebut adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa untuk menggunakan ide-ide dan proses penelitian, karena dengan pengetahuan ini dimungkinkan para siswa mempunyai kosep-konsep dan cara-cara yang dapat terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas.[18]
Menurut hemat penulis, perumusan rinci SKL yang telah dijelaskan dalam draf kurikulum 2013 di atas, belum serinci seperti yang telah dijelaskan dalam SKL Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah dirumuskan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang menjelaskan SKL-SP yang di dalamnya menjelaskan tentang rincian Kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.[19] Seharusnya, sebagai kurikulum penyempurna ataupun perubah setidaknya harus memberikan pembanding lebih baik atau sepadan, dalam hal ini perincianya harus sepadan, walaupun tidak bisa dipungkiri kurikulum 2013 memberikan penambahan kompetensi yang lebih bermanfaat bagi pembentukan karakter dan kompetensi bagi peserta didik.
Wacana tentang integrasi[20] mata pelajaran sebenarnya sudah pernah dilontarkan pada rencana kurikulum pendidikan 1964 namun pada tema yang berbeda, pada rencana kurikulum 1964 mata pelajaran agama yang diintegrasikan kepada mata pelajaran lain seperti yang telah di jelaskan oleh Prof. Abd. Rachman Assegaf dalam bukunya yang berjudul Politik Pendidikan Nasional:
Pada rencana pendidikan 1964, Pendidikan Agama/ Budi Pekerti dimasukkan dalam Wardhana (bidang studi) perkembangan moral dan diintegrasikan antara pelajaran sejarah, ilmu bumi dan kewarganegaraan.[21]

Dari sebuah wawancara antara salah satu wartawan Vivanew.com, dengan kemendikbud menjelaskan bahwa kemendikbud menggagas pendidikan kita harus berdasarkan kepada pembentukan sikap dan karakter yang lebih baik, supaya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan seperti yang kita ketahui sekarang ini bahwa banyak antar siswa saling tawuran, pemerintahan yang korups, dll. Semua sikap ini merupakan hasil dari kurikulum pendidikan sebelumnya yang kurang menekankan dalam pembentukan karakter.[22] Dapat diambil kesimpulan bahwa karakter disini lebih bersifat pada sikap atau watak individu senada dengan pengertian Sigmund Freud bahwa karakter merupakan kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu system daya juang yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku.[23]
Melihat transparasi anggaran yang telah di jabarkan diatas setidaknya terdapat perincian secara jelas mengenahi transparasi tersebut, namun transparasi tersebut masih menimbulkan sejumlah pertanyaan? Dimana dalam 2 tahun berturut-turut harus mengeluarkan biaya sebayak itu hanya untuk menjalankan proses penyempurnaan kurikulum, hal yang mengejutkan lagi banyaknya rumor dalam surat kabar yang memberikan wacana bahwa anggaran kurikulum 2013 membengkak hingga 1,4 triliun rupiah. Banyaknya simpang siur ini menandakan bahwa pemerintah khususnya kemendikbud belum memberikan transparasi sepenuhnya tentang anggaran. Hal yang perlu diwaspadai adalah adanya aliran dana yang bocor atau tidak nantinya.



D.             Ramalan
Melihat pemaparan data di atas, terlihat jelas bahwa pendidikan Indonesia nantinya akan lebih menekankan dan mengandalkan efektifitas baik dalam interaksi pembelajaran, pemahaman, penyerapan, dan transformasi nilai yang secara keseluruhan dibungkus oleh sistem nilai yaitu nilai universal, nasional, dan lokal.
Dalam aspek  interaksi, perbaikan manajemen dan kepemimpinan akan lebih diperhatikan lagi. Interaksi antar sesama guru, guru dengan kepada sekolah, guru dengan siswa, dan interaksi antara pihak sekolah dan masyarakat. Kemudian dalam aspek pemahaman, proses pembelajaran akan dirancang sedemikian rupa untuk mencapai pemahaman siswa yang efektif, yaitu proses pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, mengkomunikasikan, menemukan (inkuiri) dan lain-lain. Dengan demikian, proses pembelajaran akan jauh dari kesan teacer sentries yang selama ini banyak dipraktekkan dalam pembelajaran secara umum di sekolah-sekolah, sebaliknya model pembelajaran ini lebih terfokus pada siswa, sementara guru dengan berbagai pengalaman yang dimilikinya- hanyalah bertugas sebagai fasilitator, motivator, pengarah, pembimbing, dan penasehat.
Kemudian, dalam hal penyerapan, proses pembelajaran pada kurikulum ini, tidak hanya menekankan pada sisi kognitif saja, seperti halnya yang sering dialami sekarang, akan tetapi lebih dari itu, sisi afektif dan psikomotorik juga mendapat perhatian. Hal ini dilakukan dengan usaha maksimal dalam proses penyerapan dan tranfirmasi nilai.
Wacana tentang pendidikan karakter nantinya akan semakin menguntungkan bagi guru agama karena pelajaran agama tidak akan dipandang sebelah mata lagi oleh peserta didik (karena pelajaran agama tidak masuk kedalam salah satu mata pelajaran yang diujikan). Imbasnya bahwa nantinya akan banyak lembaga bimbingan belajar yang membuka les privat untuk bidang  pelajaran keagamaan. Selain itu, setidaknya dengan standar penilaian yang berubah dari hanya segi kognisi, menjadi semua ranah dari kognisi, afeksi dan psikomotor sebagai aspek penilaian, akan memperbaiki perilaku peserta didik, karena mereka akan berfikir ulang jika melakukan suatu tindakan yang kurang bermoral karena sistem penilaian tersebut.
Menyikapi adanya tender dalam penggandaan buku, maka para penerbit akan semakin berlomba-lomba memberikan wawasan buku yang bermuatan kualitas yang bagus, hal ini menguntungkan siswa karena, mereka nantinya akan diberikan suguhan buku yang bermutu. Adapun wacana tentang buku gratis, sangat menguntungkan bagi siswa dan orangtua/wali karena mereka tidak akan dibebankan lagi dengan pungutan bebas hukum yang mengatas namakan peningkatan pendidikan. Orang tua tidak perlu lagi menyisihkan uang untuk membeli LKS dan buku-buku yang lainnya. Di sisi lain penerbit buku mungkin akan mengalami pengurangan laba atau keuntungan karena akan terjadi pengurangan konsumen. Hal ini juga membuat para guru yang telah membuat group pengadaan LKS untuk menambah penghasilan sampingan akan terkurangi.
Rencana pemerintah sudah menetapkan SK, KD, beserta Indikator, di sisi lain rencana ini akan meringankan beban administrasi guru, sehingga guru tidak lagi disibukkan dalam pembuatan SK, KD, ataupun indikator. Namun dipihak lain ini akan membuat guru kurang kreatif dalam peran serta membangun kompetensi siswa, dan kecenderungan  yang akan terjadi nantinya adalah kurikulum menjadi bersifat sentralis lagi. Guru akan kurang tanggap dengan karakter daerah yang seharusnya menjadi landasan pembuatan kurikulum.

E.              Tanggapan
Hal penting yang selama ini menjadi sorotan banyak kalangan, terutama kalangan yang menolak adanya kurikulum baru ini terletak pada poin pendekatan tematik integrative dalam mata pelajaran. Sorotan dan penolakan dari beberapa pakar pendidikan terletak pada integrasi mata pelajaran bahasa Indonesia dalam IPA pada jenjang Sekolah Dasar. Salah satu tokoh pendidikan bernama Yohanes mengatakan bahwa tidak mungkin akan terealisasi adanya rencana integrasi Bahasa Indonesia ke dalam IPA, karena terdapat perbedaan indikator dalam kedua mata pelajaran tersebut. Jika hal ini terpaksa direalisasikan, maka yang akan terjadi adalah banyak materi yang akan hilang. Akan tetapi, beliau memberikan solusi dari problem ini, menurut beliau, integrasi Bahasa Indonesia ke dalam IPA dapat dilakukan di SD kelas 1 sampai 3, adapun kelas 4 sampai 6,harus terpisah antara mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA.[24]
Kurikulum 2013 amat sentralistik, bertentangan dengan semangat reformasi yang menghendaki desentralisasi, yaitu desentralisasi pengelolaan pendidikan agar dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan kondisi daerah.
Bukti nyata desentralisasi pengelolaan pendidikan ini adalah diberikannya kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan pendidikan, seperti tercermin dalam pengelolaan kurikulum, baik dalam penyusunan maupun pelaksanaannya di sekolah. Kurikulum model KTSP memberi peluang bagi guru dengan harapan model KTSP dapat menjadi pedoman bagi  guru dalam menyusun silabus yang sesuai dengan kondisi sekolah dan potensi daerah masing-masing.[25] Sedangkan kurikulum 2013 jelas kurang menghargai otonomi guru, sekolah, dan daerah.
Mengenahi tema kurikulum 2013 tentang tematik-integratif, menurut hemat penulis setidaknya perlulah diusung tentang  Pertama:  Pendidikan yang Pluralistik yaitu pendidikan yang menanamkan sikap yang toleran dan inklusif sehimgga relasi antar kelompok yang majemuk dapat terjalin secara harmonis dan damai.[26]  
Kedua: Pendidikan yang berwawasan Budaya yaitu Pendidikan kita perlu di kondisikan dalam kondisi keberagaman bangsa dan pancasila, sehingga anak-anak kita merasakan keberagaman sebagai suatu yang alamiyah, mereka merasa senang hidup bersama dengan orang lain yang memiliki perbedaan baik agama, etnik, budaya, dan lain sebagainya. Yang menyatukan mereka adalah semangat bhineka tunggal ika.[27] Atau dalam bahasa benni setiawan dinamakan kurikulum berbasis budaya (KBB), yaitu kurikulum yang berdasar pengembalian atau penggalian kembali khazanah budaya bangsa yang telah lam ditinggalkan.[28] KBB akan mendorong penciptaan kurikulum berbasis kearifan lokal sesuai dengan amanat PP No. 19 tahun 2005 Tentang SNP Pasal 17 ayat 1 yaitu: Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.[29]
Koalisi Pendidikan, Praktisi Pendidikan, Federasi Serikat Guru Indonesia, Orang Tua Murid, dan ICW menolak perubahan kurikulum pendidikan KTSP 2006 menjadi Kurikulum 2013. Perubahan kurikulum tidak memiliki latar belakang yang kuat dan terkesan terburu-buru. Alih-alih menyempurnakan kurikulum yang ada, perubahan ini seperti membongkar secara keseluruhan kurikulum yang ada dan tidak dapat menjamin pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Kami menolak perubahan kurikulum dengan alasan:
1.      Tidak ada alasan dan latar belakang yang jelas mengapa kurikulum harus diubah.
2.      Perubahan kurikulum dilakukan secara reaktif, tanpa ada visi yang jelas mengenai pendidikan.
3.      Perubahan kurikulum tidak didahului dengan riset dan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum KTSP 2006.
4.      Perubahan kurikulum tidak melibatkan para guru dan pakar pedagogik dalam proses penyusunan kurikulum.
5.      Perubahan kurikulum terkesan dipaksakan dan asal-asalan yang akan berakibat pada guru dan murid menjadi korban.
6.      Perubahan kurikulum hanya akan menguntungkan penerbit buku.[30]


BAB III
PENUTUP
A.          Simpulan
kurikulum adalah seperangkat recana dan pengaturan mengenahi tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menteri Pendidikan dan kebudayaan menyatakan bahwa “Kurikulum 2013 menekankan pada Kreatifitas Inovasi dan Karakter.”
Dilihat dari landasan filosofis, kurikulum 2013 lebih mengusung model konsep subyek akademis, yang dilandasi filsafat pragmatis yang disebut juga dengan aliran progresifisme. Wacana tentang integrasi mata pelajaran sebenarnya sudah pernah dilontarkan pada rencana kurikulum pendidikan 1964 namun pada tema yang berbeda, pada rencana kurikulum 1964 mata pelajaran agama yang diintegrasikan kepada mata pelajaran lain.
B.           Saran
Berdasarkan pada hasil analisa yang telah dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa hal yang hendak penulis sampaikan kepada semua pihak yang berkeinginan untuk selalu memajukan pendidikan, yaitu:
Kurikulum yang bertemakan pendidikan karakter sangat bagus, namun alangkah baiknya, jika mengusung tema yang bercirikan tentang basis budaya dan pendidikan pluralisme, mengingat Indonesia merupakan Negara yang mempunyai beragam etnis, budaya, agama dan lain-lain.
Menurut hemat penulis, tentang semangat desentralisasi yang telah terdapat pada KTSP tetaplah dipertahankan, terutama dalam pembuatan kurikulum yang diserahkan kepada satuan pendidikan, karena hal tersebut akan membuat para guru semakin tanggap dan kreatif dalam memahami potensi budaya daerah mereka. Yang perlu ditekankan adalah, adanya pengawasan pemerintah tentang pelaksanaan kurikulum dalam satuan pendidikan tersebut supaya tidak terjadi penyelewengan.


DAFTAR PUSTAKA
Anggaradian, “asas-asa kurilulum” dalam http://anggaradian.wordpress.com/ asas-asas-kurikulum /.

Assegaf, Abd. Rachman, Politik Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005.

Djohar, Perkembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan, Yogyakarta: Grafika Indah, 2006.

Http//www.kemendiknas.go.id// kemdikbud/ wawancara-mendikbud-kurikulum-2013 /  diakses tanggal 11 maret 2013.

Http//www.kurikulum2013.kemendikbud.go.id/ diakses tanggal 3 Maret 2013


Http://www.Change.Org/Id/Petisi/Tolak-Perubahan-Kurikulum-Pendidikan/ dalam google di akses tanggal 13  Maret 2013.

Khaerudin, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Konsep dan Implementasinya di Madrasah, Yogyakarta: Pilar Media, 2007.

Lie, Anita, “Wacana Kurikukulum 2013”, dalam http//www. Compas.com/ diakses tanggal 13 Maret 2013.

Mulyasa E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.

Mustafa Dwi, “ada apa dengan kurikulu 2013” dalam http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/02/ ada-apa-dengan-kurikulum-2013- 521732.html.

Nugraha, Achmad P, “Kurikulum 2013 Dipersimpangan Jalan”, dalam, http://kampus.okezone.com/ diakses tanggal 11 Maret 2013.

PP. No. 19 Tahun 2005  Tentang SNP Bab I Pasal 1 butir 13.

Pradipto, Y. Dedi, Belajar Sejati VS Kurikulum Nasional, Yogyakarta: Kanisius, 2012.

Qadir, Abdul, “Proyek Kurikulum 2013” dalam Http//www. TribunNews.com/, Jakarta, diakses pada tanggal 13 Maret 2013.
Rosiani, Dewi, “Gurupun Harus Berkarakter”, dalam  Kedaulatan Rakyat  Yogyakarta, edisi Senin 18 Maret 2013.

Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011.

Sayyid, Ach., “Analisis Kurikulum Pendidikan Nasional 2013 “Kaca Pandang Filsafat Pendidikan”  dalam  http: //keyboard-cakrawala. blogspot. Com.

Setiawan, Beni, Agenda Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Arruzz, 2008.

Shihab, Najwa “Terkungkung Kurikulum”, dalam Mata Najwa di Metro TV, Rabu, 09 Januari 2013 jam 21.30.

Sindunata, ed, Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita, Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.

UU  No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS bab I Pasal 1 Butir 19.

Zuhairini, DKK, Filsafat Pendidikan Islam, Jakart: Bumi Aksara, 2004.







[1] Anggaradian, “asas-asa kurilulum” dalam http://anggaradian.wordpress.com/ asas-asas-kurikulum / diakses tanggal 11 Maret 2013
[2] Dwi mustafa, “ada apa dengan kurikulu 2013” dalam http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/02/ ada-apa-dengan-kurikulum-2013- 521732.html. diakses tanggal 11 Maret 2013
[3] Ibid.
[4] Anggaradian, “asas-asa kurilulum” dalam http://anggaradian.wordpress.com/asa-asas-kurikulum/  
[5] Khaerudin dan Mahfud Junaedi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Konsep dan Implementasinya di Madrasah, (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), hal. 23
[6] Lihat juga UU  No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS bab I Pasal 1 Butir 19.
[7] Y. Dedi Pradipto, Belajar Sejati VS Kurikulum Nasional, (Yogyakarta: Kanisius, 2012), hal. 210.
[9] Data di ambil dari FITRA, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada artikel Abdul Qadir, “Proyek Kurikulum 2013” dalam Http//www. TribunNews.com/, Jakarta, diakses pada tanggal 13 Maret 2013.
[10] Zuhairini, DKK, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakart: Bumi Aksara, 21-22), hal. 2
[11] Ach. Sayyid, “Analisis Kurikulum Pendidikan Nasional 2013 “Kaca Pandang Filsafat Pendidikan”  dalam  http://keyboard-cakrawala.blogspot.com/2013/02/ diakses pada tanggal 07 Maret 2013
[12] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), hal. 196
[13] Anita Lie, “Wacana Kurikukulum 2013”, dalam http//www. Compas.com/ diakses tanggal 13 Maret 2013.
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Achmad P Nugraha, “Kurikulum 2013 Dipersimpangan Jalan”, dalam, http://kampus.okezone.com/ diakses tanggal 11 Maret 2013.
[18] Untuk lebih jelasnya baca Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 84-85
[19] Secara lengkap SKL tersebut dapat dilihat dalam bukunya E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),  hal. 91-109.
[20] Wacana ini sebenarnya juga sudah digagas oleh mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Amin Abdullah lewat berbagai bukunya, diantaranya adalah Islamic Studies diperguruan tinggi, untuk membuat paradigm baru tentang pendekatan keilmuan pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[21] Dr. Abd. Rachman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005), hal. 137.
[22] http//www.kemendiknas.go.id// kemdikbud/wawancara-mendikbud-kurikulum-2013/ diakses tanggal 11 maret 2013.
[23] Dewi Rosiani, “Gurupun Harus Berkarakter”, (Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat edisi Senin 18 Maret 2013), hal. 14
[24] Kesimpilan dari wawancara ekslufif antara Najwa dan Yohanes dalam program “Terkungkung Kurikulum” di Metro TV, Rabu, 09 Januari 2013 jam 21.30
[25] Baca E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, …….., hal. v
[26] Sindunata, ed, Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hal. 158
[27] Prof. H. Djohar,  Perkembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan, (Yogyakarta: Grafika Indah, 2006), hal. 127.
[28] Beni Setiawan, Agenda Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Arruzz, 2008), hal. 38
[29] Ibid. hal, 39
[30] http://www.change.org/id/petisi/tolak-perubahan-kurikulum-pendidikan/ dalam google di akses tanggal 13  Maret 2013.

1 komentar:

  1. trim,s say..atas bantuannya melalui tulisan ini..sangat bermanfaat sbg penambahan khazanah pengetahuan, semoga pahalanya terus bertambah..

    BalasHapus