Selasa, 19 Agustus 2014

SEJARAH PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM MASA PERTENGAHAN (DINASTI SAFAWI, MUGHAL, DAN USMANI)




A.    Pengantar
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan membangun masa depan. Sekaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan bagaimana perkembangan islam pada masa lampau. Namun, kadang kita sebagai umat islam malas untuk melihat sejarah. Sehingga kita cenderung berjalan tanpa tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disnilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang untuk masa depan yang lebih cemerlang tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apa pun.
Sejak mundur dan berakhirnya era kekuasaan Dinasti Abbasiyah akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam yang sudah dibangun selama masa kekuasaan sebelumnya banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Wilayah kekuasaannya tidak lagi bersatu dalam kekuatan yang besar dengan satu pemimpin yang menjadi khalifah sebagai pusat dari pemerintahan. Namun yang terjadi adalah kekuatan politik Islam terpecah dan terbagi dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Namun, hal tragis yang menimpa umat Islam tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk, pemimpin bangsa mongol saat itu, juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan mulai berkembang kembali dan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar yang berada saling berjauhan yaitu Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Ketiga kerajaan tersebut memiliki andil besar dalam memajukan kembali peradaban Islam yang telah hancur akibat berbagai peristiwa yang telah terjadi.
Kerajaan Usmani di samping yang pertama berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding kedua kerajaan lainnya. Turki Usmani dianggap sebagai dinasti yang mampu menghimpun kembali umat Islam setelah beberapa lama mengalami kemunduran politik.
BAB II
ISI
A.    Safawi
a.       Sejarah Berdiri dan Perkembangan
Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya, kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini berkembang dengan cepat. Nama Safawi ini terus di pertahankan sampai tarekat Safawiyah menjadi suatu gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani.[1] Selama periode Safawi yang berkembang di persia ini (1502-1722) persaingan antara keduanya sangan menjadi realita.[2]
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan.[3] Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi'ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada akhirnya memerangi orang-orang ahli bid'ah.[4]
Safi Al-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Din.[5] Safi  diambil menantu oleh gurunya tersebut, kemudian dia mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Orang Safawi mempunyai keunikan yaitu mereka menggunakan surban merah berlipat 12, yaitu jumlah yang melambangkan 12 imam syi’ah.[6]
Tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia. Dalam perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syi'ah). Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah.
Bermula dari perajurit akhirnya mereka memasuki dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan Shah al Junaid. Safawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasaan Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang akhirnya menyebabkan kelompok Junaid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapatkan perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK–Koyunlu juga suku bangsa Turki.  Ia tinggal di istana  Uzun hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.[7]
Tahun 1459 M, Junaid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M. Ia mencoba merebut Sircasia tetapi pasukan yang dipimpinya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut. Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar pada tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Haisan dan lahirlah Ismail dan dikemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi dan mengatakan bahwa Syi’ahlah yang resmi dijadikan mazhab kerajaan ini. Kerajaan inilah dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran .[8]
Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di pandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh.[9]
Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas ataskematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Akan tetapi Ya’kub pemimpin AK Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah dapatdikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M).[10] Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah).[11]
Ismail (Syah Ismail 1)  merupakan pemimpin gerakan dan pendiri  pertama kerajaan Safawi. Ia lahir pada tanggal 17 juli 1487 M. pemerintahannya berlangsung sekitar 23 tahun (1501-1524 M).[12] Sekitar sepuluh tahun pada awal pemerintahannya, ia manfaatkan dengan memantapkan mazhab Syi’ah sebagai aliran negara. Di samping itu, ia memperluas kerajaannya meliputi Persia. Pada tahun 1503 M tentera Ismail berhasil melakukan penaklukan terhadap propinsi Kaspia di Mazandaran, Gurgan, Yazdshirvan, dan Samarqand. Sementara itu kerajaannya meliputi Fars, Kerman, Khuzistan, Khurasan, Balkhmerv, Irak, Azarbaijan, dan Diyarbakr. Setelah itu, ia melakukan pembersihan terhadap tentera al wand yang menguasai sebagian besar Persia (termasuk Isfahan dan Shiraz). Pada tahun 1510 M ia melakukan peperangan dengan raja Turkistan. Dalam peperangan itu, ia memperoleh kemenangan. Kemenangan demi kemengan yang di raihnya secara gemilang telah membuat popularitas ismail I menjadi semakin meningkat, baik didalam maupun diluar negerinya.[13]
Sepeninggal ismail I, raja – raja yang menggantikannya tidak begitu berarti dalam mengembangkan kerajaan Safawi, seperti syah tahmasp (1524-1576 M) ismail II (1576-1577 M) dan mahmud (1577-1588 M) . Raja yang dianggap paling berjasa dalam memulihkan kebesaran kerajaan Safawi, sekaligus membawanya kepuncak kemajuan adalah syah Abbas I (1587-1629 M). Usaha-usaha yang dilakukan oleh syah abbas I antara lain:
1.        Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia
2.         Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan jalan menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakr, Umar, dan Usman) dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas memyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandra di Istambul.[14]
b.      Kemajuan
Di bawah pemerintahan Abbas I Kerajaan Safawi mencapai kekuasan politiknya yang tertinggi. Pemerintahannya merupakan sebuah pemerintahan keluarga yang sangat dihormati dengan seorang penguasa yang didukung oleh sejumlah pembantu, tentara administrator pribadi. Sang penguasa saecara penuh mengendalikan birokrasi dan pengumpulan pajak, memonopoli kegiatan industri dan penjualan bahan-bahan pakaian dan produk lainnya yang penting, membangun sejumlah kota besar, dan memugar sejumlah tempat keramat dan jalan-jalan sebagai ekspresi dari kepeduliannya terhadap kesejahteraan rakyatnya.
Di bidang politik, keberhasilan menyatukan wilayah-wilayah Persia dibawah satu atap, merupakan kesuksesanya di bidang politik. Betapa tidak, karena sebelumnya wilayah Persia terpecah dalam berbagai dinasti kecil yang bertaburan dimana-mana, sehingga para sejarawan berpendapat bahwa keberhasilan Shafawiyah itu merupakam kebangkitan nasionalisme Persia.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas dibidang politik, melainkan bidang lainnya juga mengalami kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu antara lain :
1.        Bidang Ekonomi
Kemajuan ekonomi dicapai terutama setelah kepulauan Hurmua dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya jadi milik Kerajaan. Sektor pertanian juga mengalami kemajuan terutama didaerah bulan sabit subur. [15]
Letak Geografis Persia yang setrategis dan sebagian wilayahnya yang subur sehingga disebut sebagai daerah bulan sabit subur, membuat mata dunia internasional pada saat itu memusatkan perhatiannya ke Persia. Portugal, Inggris, Belanda, dan Prancis berlomba-lomba menarik simpati istana Safawiyah. Bahkan Inggris telah mengirim duta khusus dan ahli pembuat senjata modern guna membantu memperkuat militer Safawiyah.
2.        Bidang Ilmu Pengetahuan
Kemajuan di bidang tasawuf ditandai dengan berkembangnya filsafat ketuhanan (al-Hikmah al-ilahiyah) yang kemudian terkenal dengan sebutan filsafat ’’pencerahan’’. Adapun tokoh terbesarnya adalah Mulla Sadra. [16]
Sepanjang sejarah Persia dikenal sebagai bangsa yang telah berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sejumlah ilmuan yang  selalu hadir di majlis istana yaitu Baha al-Din al-Sayrazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad al-Baqir ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah mengadakan observasi tentang kehidupan lebah. Selain itu ada juga Bahauddin al-’Amali bukan saja seorang ahli teolog dan sufi, tapi ia juga ahli matematika, arsitek, ahli kimia yang terkenal. Ia menghidupkan kembali studi matematika dan menulis naskah tentang matematika dan astronomi untuk menyimpulkan ahli-ahli terdahulu. Ia ahli agama yang juga ahli matematika ternama. Dalam bidang ilmu pengetahuan, kerajaaan Safawi dapat dikatakan lebih maju dibanding Mughal dan Usmani.[17]
3.        Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Kemajuan bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibukota kerajaan. Sejumlah Masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memenjang diatas Zende Rud dan isana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I wafaf di istana terdapat 162 masjid 48 akademi 1802 penginapan dan 273 pemandian umum.[18]
c.       Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Adapun sebab- sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
1.        Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani
2.        Terjadinya degradasi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini.
3.        Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas l ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tingi.
4.        Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan  keluarga istana.[19]
B.     Mughal
a.         Sejarah Berdiri dan Perkembangan
Dinasti Mughal adalah salah satu diantara kemegahan islam yang tidak dapat dilupakan. Pada zaman dahulu, bangsa mongol terkenal sebagai perusak besar kebudayaan islam yang telah didirikan oleh abbasiyyah, yang dikepalai oleh hulagu khan, namun anak cucu mereka malah menjadi penyiar islam yang gagah perkasa.[20]
Dinasti Mughal (1256-1858 M) merupakan kekuasaan Islam terbesar pada anak benua India, yang didirikan oleh Zahiruddin Babur (1526-1530M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Ia berambisi dan bertekad untuk menaklukan Samarkhand yang menjadi kota penting di Asia Tengah pada masa itu. Dengan bantuan dari raja Safawi, Ismail I, akhirnya ia berhasil menaklukan Samarkhand tahun 1492 M, dan pada tahun 1504 M Babur menduduki Kabul, ibukota Afganistan.[21]
Setelah Kabul dapat ditaklukan, Babur meneruskan ekspansinya ke India yang saat itu diperintah Ibrahim Lodi, yang sedang mengalami masa krisis, sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Alam Khan, paman dari Ibrahim Lodi, bersama-sama Daulat Khan, Gubernur Lahore, mengirim utusan ke Kabul, ia meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim Lodi di Delhi. Permohonan itu langsung diterimanya. Pada tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore. Setelah itu, ia memimpin tentaranya menuju Delhi.[22]
Pada tanggal 21 April 1526 M terjadilah pertempuran yang dahsyat di Panipat antara Ibrahim Lodi dan Zahiruddin Babur, yang terkenal dengan pertempuran Panipat I. Ibrahim Lodi terbunuh dan kekuasaannya berpindah ke tangan Babur, Sejak itulah berdiri dinasti Mughal di India, dan Delhi dijadikan ibu kotanya.
Berdirinya Dinasti Mughal menyebabkan bersatunya raja-raja Hindu Rajputh (seperti Rana Sanga) di seluruh India dan menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur. Namun gabungan pasukan Hindu dapat dikalahkan Babur, sementara itu di Afghanistan masih ada golongan yang setia kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung Ibrahim Lodi, Mahmud menjadi sultan. Tetapi sultan Mahmud Lodi dengan mudah dikalahkan Babur dalam pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M.[23]
Pada tahun 1530 M Babur meninggal dunia dalam usianya 48 tahun. Ia meninggalkan Wilayah kekuasaan yang luas, kemudian pemerintahan pun di pegang oleh anaknya Humayun. Pada pemerintahan Humayun (1530-1540 dan 1555-1556 M), kondisi negara tidak stabil karena ia banyak menghadapi tantangan dan perlawanan dari musuh-musuhnya. Di antara tantangan yang muncul adalah pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari Delhi.[24]
Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan di Kanauj. Dalam pertempuran ini Humayun kalah dan melarikan diri ke Kendahar dan kemudian ke Persia. Di pengasingan ini dia menyusun kekuatannya dan di sinilah ia mengenal tradisi Syi’ah. Pada saat itu Persia di pimpin oleh penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas tahun menyusun kekuatannya dalam pengasingan di Persia, ia kembali menyerang musuh-musuhnya dengan bantuan raja Persia. Humayun dapat mengalahkan Sher Khan setelah lima belas tahun berkelana meninggalkan Delhi. Ia kembali ke India dan menduduki tahta kerajaan Mughal pada tahun 1555 M. Pada tahun 1556 M Humayun meninggal dunia karena jatuh dari tangga istananya pada bulan januari 1556 dan kemudian digantikan oleh anaknya Akbar Khan.[25]
Akbar Khan ( 1556-1605 M), sewaktu naik tahta berumur 15 tahun, sehingga pada masa awal pemerintahannya, Akbar menyerahkan urusan kenegaraan pada Bairam Khan, seorang Syi’i. Awal periode ini ditandai dengan berbagai pemberontakan. Bairam Khan harus menghadapi sisa-sisa pemberontakan keturunan Sher Khan yang masih berkuasa di Punjab. Selain itu pemberontakan yang mengancam pemerintahan Akbar adalah seorang penguasa Gwalior dan Agra. Pasukan Hemu berusaha memasuki kota Delhi, Bairam Khan menyambut pemberontakan ini dengan mengerahkan pasukan yang besar. Pertempuran antara keduanya dikenal sebagi pertempuran Panipat II, terjadi pada tahun 1556 M. Pasukan Bairam Khan berhasil memenangkan peperangan ini, sehingga wilayah Agra dan Gwalior dapat dikuasai secara penuh.[26]
Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan mencoba untuk memberontak, tetapi usahanya ini dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M. Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai melakukan ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chritor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Admadnagar, Dan Ashgar.[27]
Stabilitas politik yang berhasil diciptakan oleh Akbar melalui sistem pemerintahan militeristik mendukung pencapaian kemajuan di bidang perekonomian, ilmu pengetahuan dan peradaban. Kemajuan di bidang ekonomi ditandai dengan kemajuan sektor pertanian dan perindustrian.
Setelah Akbar, maka penguasa selanjutnya adalah Jahangir (1605-1628 M), putera Akbar. Jahangir penganut ahlussunnah wal jamaah. Pemerintahan Jahangir juga diwarnai dengan pemberontakan, seperti pemberontakan di Ambar yang tidak mampu dipadamkan. Pemberontakan juga muncul dari dalam istana yang dipimpin oleh Kurram, puteranya sendiri. Dengan bantuan panglima Muhabbat Khar, Kurram menangkap dan menyekap Jahangir. Tetapi berkat usaha permaisuri, permusuhan ayah dan anak dapat didamaikan.
Akhirnya setelah Jahangir meninggal, Kurram naik tahta dan bergelar Muzaffar Shahabuddin Muhammad Shah Jehan Padishah Ghazi. Shah Jehan (1627-1658 M), pemerintahannya diwarnai dengan timbulnya pemberontakan dan perselisihan di kalangan keluarganya sendiri. Seperti dari ibunya, adiknya Syahriar yang mengukuhkan dirinya sebagai kaisar di Lahore. Namun pemberontakan itu dapat diselesaikannya dengan baik. Pada tahun 1657 M, Shah Jehan jatuh sakit dan mulai timbullah perlombaan dikalangan anak-anaknya, karena saling ingin menjadi kaisar. Dalam pertarungan itu, Aurangzeb muncul sebagai pemenang karena telah berhasil mengalahkan saudara-saudaranya  yaitu Dara, Sujak, dan Murad.[28]
Aurangzeb adalah sultan Mughal besar terakhir yang memerintah mulai tahun 1658-1707 M. Dia bergelar Alamgir Padshah Ghazi. Dia adalah penguasa yang berani dan bijak. Kebesarannya sejajar dengan Akbar, pendahulunya. Di akhir pemerintahannya dia berhasil menguasai Deccan, Bangla dan Aud. Sistem yang dijalankan Aurangzeb banyak berbeda dengan pendahulunya. Kebijakan-kebijakan yang telah dirintis oleh raja-raja sebelumnya banyak diubah, khususnya yang menyangkut hubungan dengan orang Hindu. Aurangzeb adalah penguasa Mughal yang membalik kebijakan konsiliasi dengan Hindu. Diantara kebijakannya adalah melarang minuman keras, perjudian, prostitusi dan penggunaan narkotika ( 1659 M). Tahun 1664 dia juga mengeluarkan dekrit yang isinya tidak boleh memaksa wanita untuk satidaho, yaitu pembakaran diri seorang janda yang ditinggal mati suaminya, tanpa kemauan yang bersangkutan. Akhirnya praktek ini dihapus secara resmi pada masa penjajahan Inggis. Aurangzeb juga melarang pertunjukan musik di istana, membebani non muslim dengan poll-tax, yaitu pajak untuk mendapatkan hak memilih ( 1668 M), menyuruh perusakan kuil-kuil Hindu dan mensponsori pengkodifikasian hukum Islam yang dikenal dengan Fatawa Alamgiri.[29]
Tindakan Aurangzeb di atas menyulut kemarahan orang-orang Hindu. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan pemberontakan di masanya. Namun karena Aurangzeb sangat kuat, pemberontakan itu pun dapat dipadamkan. Meskipun pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat dipadamkan, tetapi tidak sepenuhnya tuntas. Hal ini terbukti ketika Aurangzeb meninggal (1707 M), banyak wilayah-wilayah memisahkan diri dari Mughal dan terjadi pemberontakan oleh golongan Hindu.[30]
Setelah Aurangzeb meninggal ( 1707 M), maka dinasti Mughal ini dipimpin oleh sultan-sultan yang lemah yang tidak dapat mempertahankan eksistensi kesultanan Mughal hingga berakhir pada raja terakhir Bahadur Syah II ( 1837-1858 M).
b.         Kemajuan
Berikut beberapa kemajuan peradaban dan keilmuan Dinasti Mughal antara lain :
1.        Bidang politik dan administrasi pemerintah
Pada masa pemerintahan Akbar, ia berhasil mencapai keemasan hal ini berkat poitik yang diterapkannya yaitu politik Sulakhul atau toleransi universal. Sehingga masa pemerintahannya cukup berhasil dan wilayah kekuasaannya pun semakin meluas seperti Chundar, Ghond, Chitor, Kashmir, Bengal, Bihar, Gujarat,Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Usaha ini berlangsung hingga masa Aurangzeb. Pada pemerintahan Akbar banyak ditetapkan kebijakan seperti menata sistem pemerintahannya dengan sistem militer termasuk ke seluruh daerah taklukannya. Pemerintahan daerah dipegang oleh seorang sipah salar (kepala komandan), sub-distrik dipegang oleh Faudjar (komandan). Selain itu terbentuk landasan institusional dan landasan georafis bagi kekuatan imperiumnya, pemerintahan Mughal pada umumnya dijalankan oleh pembesar kalangan elit militer dan politik sperti dari Iran, Turki, Afghan, dan Muslim asli India.[31]
2.        Bidang Ekonomi dan Sosial
 Kemantapan stabilitas politik yang diterapkan oleh Akbar telah membawa kemajuan di bidang lainnya. Seperti bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Namun yang menjadi tumpuan adalah sektor pertanian karena disektor ini hubungan antara pemerintah dan petani di atur baik. Dimana terdapat deh yakni unit lahan pertanian kecil yang tergabung dalam pargana (desa). Komunitas petani dipimpin oleh mukkadam. Melalui mukkadam inilah pemerintah berhubungan dengan petani. Setiap petani bertanggung jawab untuk menyerahkan hasilnya sehingga mereka dilindungi dari kejahatan. Adapun hasil pertaniannya yaitu berupa biji-bijian, kacang, tebu, sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas dan bahan-bahan celupan. Selain untuk kebutuhan dalam negri hasilnya di ekspor ke Eropa, Arabia, dan Asia Tenggara. Bersama dengan hasil kerajinan seperti kain tenun, kain tipis bahan Gordyin yang banyak di produksi di Gujarat dan Bengal. Pada masa syekh Jehan dilakukan pembangunan ekonomi dimulai dari pengembangan irigasi.[32] Sistem perpajakan pun diatur dengan baik yang dikelola sesuai dengan sistem zabt. Industri pertanian dan perdagangan mulai berkembang.
3.        Bidang Seni dan Budaya
karya seni terbesar yang pada  dicapai pada masa Dinaseti Mughal khususnya pada masa Akbar dibangunnya istana  Fatfur Sikri di Sikri, vila dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Syekh Jehan dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, masjid Raya Delhi, dan istana indah di Lahore.[33] Seni lukis, gubahan syair dan munculnya sejarawan pada masa Aurangzeb.
4.        Bidang Agama
 Pada masa Akbar berkembang paham Din-illahi, ia pun dituduh membuat agama baru. Munculnya perbedaan kasta akan tetapi hal ini menguntungkan perkembangan islam. Sehingga berkembanglah aliran agama islam di India seperti Syi’ah. Pada masa Aurangzeb pun dibuatlah risalah hukum islam.
5.        Bidang pengetahuan
Pada zaman ini banyak lahir mausu’at dan mu’jamat (buku kumpulan berbagai ilmu dan mas’aalah kira-kira seperti ensiklopedi), sehingga pada zaman ini sering juga disebut zaman mausu’at. Dalam masa ini juga lahir pemikir-pemikir baru namun ijtihatnya hanya sebatas madzhab.[34]

c.         Kemunduran
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:
1.        Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.
2.        Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
3.        Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melakasanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4.        Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[35]
C.    Turki Usmani
a.         Sejarah Berdiri dan Perkembangan
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu lebih kurang tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh ketika menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M bangsa Turki dengan dipimpin Ertoghul melarikan diri menuju dinasti Saljuk untuk mengabdi pada penguasa yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Alauddin II.[36]
Melalui bantuan kabilah ini, sultan Alauddin II mampu mengalahkan Byzantium yang selama ini sering mengganggu stabilitas Anatolia. Atas jasanya sultan memberikan anugrah kepada Ertoghul dan kabilahnya tempat pemukiman yang luas di Syughat, sekitar 50 mill dari laut Harmora dan 10 mil dari Eski Shahr.[37]
Pada tahun 1289 M Artogol meninggal dunia. Kepemimpinanya dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Artogol inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani, beliau memerintah tahun 1290 M – 1326 M. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa pada Sultan Alauddin II, dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium. Pada tahun 1300 M, Bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin II terbunuh. Kerajaan Saljuk kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Turki Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut Usman I. Dalam perkembangannya, Turki Usmani melewati beberapa periode kepemimpinan. Sejak berdiri tahun 1299 M yang dipimpin oleh Usman I Ibn Artogol (1299-1326 M) berakhir dengan Mahmud II Ibn Majib (1918-1922 M). Dan dalam perjalanan sejarah selanjutnya Turki Usmani merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar yang membawa kemajuan dalam Islam.[38]
Turki Utsmaniyah mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M). Pada masa ini, wilayah kekuasaannya membentang dari Budapest hingga ke Bagdad. Pada masa kejayaannya, di dalam tubuh militer tersebut pasukan militer bernama Jenissarin yang merupakan pasukan militer yang beranggotakan anak-anak Kristen yang mendapatkan pendidikan militer. Pada masa Al-Qanuni lembaga yang mengurusi Syariat makin ditarik lebih dekat dengan penguasa.[39] Sulaiman juga mengeluarkan sebuah kitab perundang-undangan yang dinamakan Majallah al-Ahkam al-Adliyah. Oleh sebab itu sulaiman mendapat gelar al-Qanuni yaitu pembuat undang-undang.[40]
Madzhab hukum yang dibangun oleh Turki Usmani adalah madzhab Hanafi, hakim ditunjuk dan digaji oleh pemerintah. Masa ini juga menciptakan korps ulama resmi yang sejajar dengan korps militer dan birokrasi politis.[41]
Dalam perkembangan dinasti ini, peraturan pemerintahan dapat diklasifikasikan dalam tiga bentuk yaitu:
1.        Masa Sebelum Tandzimat
Sebagai diketahui Kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau dunia dan kekuasaan spritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam, ia memakai gelar Khalifah. Dengan demikian Raja Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu oleh dua pegawai tinggi sadrazam untuk urusan pemerintahan dan syaikh al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tidak mempunyai banyak suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Dikala Sultan berhalangan atau berpergian ia digantikan sadrazam dalam menjalankan pemerintahan, dan Syaikh al-Islam yang mengurus bidang keagamaan  yang dibantu oleh qadhi.[42]
2.        Masa  Tandzimat
Tanzimat merupakan suatu gerakan pembaharuan sebagai kelanjutan dari kemajuan yang telah dilakukan oleh Sultan Sulaiman (1520-1566 M) yang termasyhur dengan nama al-Qanuni. Namun pembaharuan yang sebenarnya lebih membekas dan berpengaruh pada masa Sultan Mahmud II (1808-1839 M). Ia memusatkan perhatiannya pada berbagai perubahan internal diantaranya dalam organisasi pemerintahan dan hukum. Sultan Mahmud II juga dikenal sebagai Sultan yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia.
Urusan agama diatur oleh syari’at Islam (tasyr’ al-dini) dan urusan dunia diatur oleh hukum yang bukan syari’at (tasyri’ madani). Hukum syari’at terletak di bawah kekuasaan syaikh al-Islam, sedangkan hukum bukan syari’at diserahkan kepada dewan perancang hukum untuk mengaturnya, hukum yang bukan syari’at ini diadopsi dari Eropa, Perancis dan negeri asing lainnya. Diantaranya adalah al-Nizham al-Qadha al-Madani (Undang-undang Peradilan Perdata). Dengan penerapan al-Nizham al-Qadha al-madani (Undang-undang Peradilan Perdata) dalam peradilan muncul Mahkamah al-Nizhamiyah yang terdiri dari Qadha al-Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha-Syar’i (Peradilan Agama). Dikotomi lembaga peradilan pada masa Sultan Mahmud II memberikan indikasi sudah adanya pemisahan urusan agama dan urusan dunia.[43]


3.        Masa  Setelah Tanzimat
Pada akhir periode Turki Usmani, persoalan peradilan semakin banyak dan sumber hukum yang dipegang tidak hanya terbatas pada syari’at Islam saja, tapi juga diambil dari sumber non syari’at Islam, dan pada masa ini banyak muncul lembaga peradilan yang sumber hukumnya saling berbeda, yaitu:35
1)             Mahkamah al-Thawaif atau Qadha al-Milli, yaitu peradilan untuk suatu kelompok (agama), sumbernya dari agama masing-masing.
2)             Qadha al-Qanshuli, yaitu peradilan untuk warga negara asing dengan sumber undang-undang asing tersebut.
3)             Qadha Mahkamah Pidana, bersumber dari Undang-undang Eropa.
4)             Qadha Mahkamah al-Huquq, (Ahwal al-Madaniyah), mengadili perkara perdata, bersumber dari Majallah al-Ahkam al-Adliyah.
5)             Majlis al-Syari’ al-Syarif, mengadili perkara umat Islam khusus masalah keluarga (al-Syakhsyiyah), sumbernya fiqh Islam.
b.         Kemajuan
Kemajuan dan perkembangan ekspansi Turki Usmani sangat luas dan berlangsung dengan cepat, kemajuan yang terpenting diantaranya sebagai berikut:
1.        Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Para pemimpin Turki Usmani pada masa pertama, adalah orang yang kuat sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas, selain itu ketangguhan, keterampilan, dan keberanian militer yang sanggup bertempur kapan saja dan di mana saja juga merupakan faktor penting. Kekuatan militer mulai terorganisir saat bersentuhan dengan tentara Eropa. Pada pemerintahan Orkhan, organisasi militer  mulai diperbaharui, tidak hanya dalam bentuk mutasi personel pemimpin, tetapi juga dalam keanggotaannya, diantaranya bangsa nonTurki dimasukan kedalamnya, bahkan anak-anak kristen, mereka dan diasramakan dan dididik menjadi prajurit. Progam ini melahirkan kelompok militer baru yang disebut jenissari atau inkisyariyyah.[44]


2.        Bidang Ilmu Pengetahuan dan Seni
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Byzantium, dan Arab, orang Turki Usmani dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar.[45]
Fokus aktifitas pada masa ini adalah pada bidang kemiliteran, sehingga bidang ilmu pengetahuan tidak begitu mendapat perhatian. Hal ini dilatar belakangi oleh keadaan politik saat itu.[46]meskipun demikian mereka tetap memerhatikan dan memotivasi kegiatan seni dan peradaban islam terutama peradaban yang bersifat material. Bidang seni arsitektur tampak sangat diminati dan perkembangannya sangat signifikan. Ini terlihat pada bangunan-bangunan mesjid yang sangat indah. Salah satu mesjid yang terkenal keindahan kaligrafinya adalah mesjid Aya Sopia yakni sebuah mesjid yang awalnya adalah sebuah gereja. Sinan membuat dua kubah pada masjid ini, dan masjid tersebut kemudian menjadi acuan dalam pembangunan masjid-masjid lainya.[47]
Dalam dunia seni arsitektur, Turki memiliki gaya tersendiri yang disebut gaya/style Usmani. Corak ini muncul saat Turki mengalahkan Byzantium, dan pertemuan dua seni arsitektur ini melahirkan gaya baru (yang berasimilasi dengan kebudayaan lokal).[48] Era sultan Sulaiman, Daulah ini memiliki satu lagi mesjid nan indah dan megah yang dibangun oleh Sultan Sulaiman, yakni mesjid Sulaiman. Selain ini, Sultan Sulaiman juga membangun madrasah, asrama besar untuk mempelajari al Qur’an, rumah sakit, musalla, istana, pesanggrahan dan mesium. Kesemuanya ini bergaya arsitektur usmaniyah di bawah arahan seorang ahli bangunan turki, Sinan Pasha, dia juga ahli kaligrafi serta penulis prosa terkenal yang dinamakan taazuraat.
3.        Bidang keagamaan
Pada masa Dinasti Turki Utsmani, hampir tidak terdapat ulama yang mempunyai pemikiran orisinil, karena pada umumnya para ulama hanya nmengkaji literatur-literatur karya ulama sebelumnya dan menulis keterangan-keterangan atau komentar terhadap karya-karya tersebut yang lazim dikenal dengan Hasyiyyah (semacam catatan) dan syarah (penjelasanS).[49] Dalam bidang tarekat, aliran tarekat Bektasyi merupakan tarekat yang cukup berkembang. Tarekat ini mendapat tempat di kalangan pasukkan Jenissari. Aliran lainnya yang juga berkembang adalah tarekat Maulawi yang mendapat dukungan dari pihak pemerintah.[50]
4.        Bidang Ekonomi
Pada umumnya, daerah-daerah yang dikuasai oleh Dinasti Turki Utsmani adalah daerah yang mempunyai kekayaan alam, seperti Mesir, Syiria, Anatolia dan berbagai wilayah lainnya. Dinamika ekonomi Dinasti Turki Utsmaniyah mencapai puncaknya ketika kota Bursar menjadi pusat perdagangan penting pada abad ke-15 dan 16 M. Bursar tidak hanya menjadi pusat perdagangan intern Dinasti Turki Utsmaniyah tapi juga hingga ke Eropa.[51]
Pada masa ini sistem pemberangkatan haji terorganisir dari Mesir dan Damaskus, mereka mengunjungi kota-kota suci dengan didampingi oleh pejabat tinggi dan khalifah haji, delegasi ini membawa surrah  yaitu sejumlah uang dan harta benda yang akan diberikan  kepada penduduk kota suci, surrah ini merupakan wakaf istana.[52] Pada setiap route perjalanan haji  yang disinggahi pejamaah diberikan fasilitas penginapan yang dilengkapi dengan benteng, garnisium dan makanan. Biaya penyelenggaraannya dibebankan kepada pendapatan damaskus dan provinsi syiria lainnya. Para pejamaah haji bergerak keluar kota dengan upacara resmi dengan membawa mahmal yaitu sebuah bingkai kayu yang di tutup dengan kain bordiran, serta panji nabi, kecuali pejamaah dari Mesir, selin membawa mahmal dan panji nabi, mereka juga membawa kiswah yaitu penutup dinding ka’bah.[53]



c.         Kemunduran
Selama kurang lebih 9 abad kerajan Usmani berdiri, tetapi kemudian hancur juga, banyak faktor yang menyebabkan Turki Usmani mengalami kemunduran diantanya adalah:
1.        Wilayah kekuasaan yang sangat luas, Terlalu luasnya wilayah kekuasaan Usmani sangat sulit untuk dikontrol. Dipihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehinga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun Negara.
2.        Heterogenisasi penduduk, wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. perbedaan bangsa dan agama acapkali melatar belakangi terjadinya pemberontakan dan peperangan.
3.        Kelemahan para penguasa, Sepeninggal Sulaimanal al-Qanuni, kerajaan Usmani diperintah oleh Sultan-sultan yang lemah terutama dalam bidang kepemimpinan. Akhirnya pemerintahan menjadi kacau.
4.        Budaya pungli, Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengansogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut, sehinggamenyebabkan dekadensi moral dan kondisi para pejabat semakin rapuh.
5.        Pemberontkan tentara jenissari, Kemajuan ekspansi kerajan Usmani adalah juga karena peranan yang besar dari tentara Jenissari. Maka dapat dibayangkan kalau tentara Jenissari itu sendiri akhirnya memberontak kepada pemerintah.
6.        Merosotnya ekonomi, Ini disebabkan perang yang berkepanjangan, menghabiskan uang dan perekonomian Negara merosot, sementara belanja Negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang.
7.        Terjadinya stagnansi dalam lapangan ilmu dan teknologi, kerajaan Usmani kurang berhail dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan militer. Akhirnya kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan eropa yang lebih maju.[54]

D.    Perbedaan Kemajuan Masa Ini Dengan Masa Klasik
Sebagaimana diuraikan terdahulu, pada masa kejayaan tiga kerajaan besar ini, umat Islam kembali mengalami kemajuan. Akan tetapi, kemajuan yang dicapai pada masa klasik Islam jauh lebih kompleks. Dibidang intelektual kemajuan pada masa tiga kerajaan besar tidak sebanding kemajuan di jaman klasik. Dalam bidang ilmu keagamaan, umat Islam sudah mulai bertaklid pada imam-imam besar yang lahir pada masa klasik Islam. Kalaupun ada mujtahid, maka ijtihad yang dilakukan adalah Ijtihad fial-mazhab, yaitu ijtihad yang masih ada dalam pemikiran bebas yang mandiri, beberapa sains yang berkembang pada masa klasik, ada yang tidak berkembang lagi, bahkan ada yang di duplikat.
Ada beberapa alasan mengapa kemajuan yang dicapai itu tidak setingkat dengan kemajuan yang dicapai pada masa klasik yaitu:
1.             Metode berfikir dalam bidang teologi yang berkembang pada masa ini adalah berpikir tradisional.
2.             Pada masa klasik Islam, kebebasan berpikir berkembang dengan masuknya pemikiran filsafat Yunani. Namun kebebasan ini menurun sejak Al-Ghazali melontarkan kritik tajam terhadap pemikiran filsafat yang tertuang dalam bukunya Tahafut Al-Filsafat (Kekacawan Para Filosof). Kritik Al-Ghazali mendapat bantahan dari filosof besar Islam dan terakhir, Ibn Rusyd, dalam bukunya Tahafut Al Tahafut (kekacawan ’buku’ kekacawan) ,tapi tampaknya, kritik Al-Ghazali jauh lebih populer dan pengaruhnya dibanding bantahan Ibn Rusyd. Nurcholis Majid mengatakan, pemikiran Al-Ghazali mempunyai efek pemenjaraan kreatifitas.
3.             Al-Ghazali bukan hanya menyerang pemikiran filsafat pada masanya, tetapi juga menghidupkan ajaran tasawuf dalam islam. Sehingga ajaran ini berkembang pesat setelah Al-Ghazali. Dalam ajaran tasawuf kehidupan ukhrawi lebih diutamakan dari pada kehidupan duniawi.
4.             Sarana-sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran yang disediakan masa klasik, seperti perpustakaan seperti karya-karya ilmiah, baik yang diterjemahkan dari bahas yunani, Persia, India dan Syria maupun dari bahasa lainnya banyak yang hancur dan hilang akibat serangan bangsa mongol kebeberapa pusat kebudayaan dan peradaban islam.
5.             Kekuasaan islam pada masa tiga kerajaan besar dipegang oleh bangsa turki dan mongol yang lebih dikenal sebagai bangsa suka perang ketimbang suka ilmu.
6.              Pusat-Pusat kekuasaan Islam pada masa ini tidak berada di wilayah arab dan tidak pula oleh bangsa arab. Di Safawi berkembang bahasa Persia, diturki bahasa turki, dan di India bahasa urdu akibatnya bahasa arab yang sudah menjadi bahasa persatuan dan bahasa ilmiah pada masa sebelumnya tidak berkembang lagi bahkan menurun.[55]
E.     Rekonstruksi
Dari perjalanan tiga kerajaan besar tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa perlunya pendidikan multi kultural di ajarkan dalam persekolahan di negara Indonesia ini, mengapa demikian, karena setidaknya keragaman etnis, budaya, agama dan lainya tercermin juga dalam negara  kita ini, supaya toleransi antar warga negara terjaga. Sebagai reaksi dari kemunduran tiga kerajaan besar ini salah satu faktor terpentingnya adalah keragaman etnis. Selain itu kita juga dapat mengambil contoh  dari politik shalakhul yang dapat memberikan dampak positif bagi perdamaian etnis di India. Banyak kita ketemukan sekarang dalam betita-berita yang hangat diperbincangkan yang ditayangkan  pada stasiun-stasiun televisi, banyak sekali antar suku  di Indonesia saling berperang, seperti kejadian pada  propinsi lampung kemarin-kemarin ini.
Kalau ditarik kedalam lembaga persekolahan setidaknya kita dapat mengambil contoh bahwa tata perekonomian yang kuat dalam lembaga merupakan unsur terpenting untuk memajukan lembaga tersebut. Hal ini tercermin dalam kemerosotan 3 kerajaan salah satu faktornya  juga kareana ekonomi.
Dalam menjaga keutuhan suatu lembaga atau suatu negara  KKN dan  pungli harus diberantas, karena hal tersebut menghambat kemajuan yang berjalan, mengapa demikian, karena dikemudian hari akan menjadi senjata makantuan yang menghancurkan.
Filsafat pancasila yang menjadi falsafah pendidikan di negara indonesia ini harus dimantapkan kembali, bila perlu pendidikan pancasila pada masa dulu yang kurikulumnya sekarang telah di hapus perlu di munculkan lagi, isi dari pancasila hampir mirip dengan kebijakan din ilahi pada masa kejayaan dinasti Mughal yang dipimpin oleh Akbar, dan merupakan puncak kejayaan islam.
Hal-hal yang perlu digaris bawahi untuk negara kita ini adalah, kita harus dapat menata perekonomian bangsa dengan kuat. Perekonomian merupakan salah satu sendi yang dapat mengukuhkan kehidupan bangsa. Kondisi perekonomian yang rapuh akan menimbulkan penderitaan bagi rakyatnya dan imperialisme akan dengan mudah mejajah bangsa kita.  Kita juga harus menjaga persatuan dan kesatuan untuk mempertahankan tanah air kita. Selain bidang perekonomian, wajib bagi pemerintah memperkuat armada militer bangsa, karena dengan kuatnya militer, pertahanan negara semakin kuat dan tidak ada lagi daerah teritorial diaku-aku negara lain, selain itu, khazanah budaya juga harus dilestarikan.
Kaum Syi’ah pada masa dulu kurang mengembangkan keilmuan hal ini disebabkan tekanan dari kaum Turki Usmani dan sebab tarekat yang bersumber dari Syi’ah sendiri, singgungan dan peperangan terus menerus dengan turki usmani membuat kekuasaan dan wilayah Safawi mwnjadi sempit dan kurang leluasa.  Sedangkan tarekat yang berkembang lebih bersifat sufi yang lebih memikirkan kehidupan akhirat, hal ini menyebabkan perkembangan ilmu kurang berkembang dengan baik. Hal ini wajar karena kondisi Islam setelah serangan Hulagu Khan memang sangat mengenaskan jadi umat islam lebih memilih untuk meghibur diri dengan memikirkan akhirat.
Berbeda dengan Syi’ah sekarang, yang lebih maju pemikirannya, hal ini ditunjang dengan stabilitas keamanan negara sangat baik dan kebebasan dari tarekat dan penguasanya yang memberikan kebebasan dalam berfikir, serta adanya persaingan dengan dunia, menyebabkan pemikiran lebih maju. Oleh sebab itu kita bisa ambil sebuah nilai yang dapat kita pegang, jika ingin kemajuan ilmu pengetahuan dalam negara kita, maka kita harus memantapkan stabilitas keamanan atau memperkuat bidang militer, memberikan hak seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berijtihad dan menerangkan bahwa faham ijtihad belum tertutup, masih terbuka lebar, dan satu lagi yang harus dipegang, kita harus mempunyai semangat persaingan yang sehat dalam mencari ilmu pengetahuan.







BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari pembahasan tentang sejarah berdiri, perkembangan, kemajuan dan kemunduran kerajaan Safawi, Mughal, dan Turki Usmani di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, ketiga kerajaan tersebut merupakan kerajaan Islam terbesar, karena dalam kurun waktu yang panjang stelah Bani Abbas mengalami keruntuhan ditandai dengan jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol pada tahun 1258 M, setelah itu umat Islam mengalami kemunduran. Umat Islam bangkit kembali dengan adanya kerajaan Utsmani yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara Cina, kemudian kerajaan Safawi  di Iran dan kerajaan Mughal di India.
Pendiri kerajaan Safawi adalah Safi Al-Din (1252-1334 M). Kerajaaan Safawi mengalami kemunduran karena sering terjadi perang dengan Turki Usmani, dekadensi moral yang melanda sebagaian pemimpin, Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas l ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi. Dan Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan  keluarga istana.
Kerajaan Mughal di India diasaskan oleh Babur pada tahun 1526. Faktor yang menyebabkan kerajaan mughol mengalami kemunduran yaitu Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, Pendekatan Aurangzeb yang terlampau ”kasar”, Terjadi stagnasi dalam pembinaan militer. Dan Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan
Pendiri kerajaan Turki Usmani adalah dari Kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah Utara Cina. Faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani mengalami kemunduran yaitu Wilayah kekuasaan yang sangat luas, Heterogenitas penduduk, Kelemahan para penguasa, Budaya pungli, Pemberontakan tentara Jennisari, Merosotnya ekonomi, Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.


DAFTAR PUSTAKA

Akhmed, Akbar S., Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, Jakarta: Erlangga, 1990.

Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jilid III, Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

Hasan, Ibrahim Hasan,  Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.

Hasyimi, Ahmad, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Holt, P.M., dkk, (ed), The Cambridge History Of Islam, Vol. IA, London, Cambridge University Press, 1970.

Hourani, Albert, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, Bandung: Mizan Media Utama, 2004.

Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.

Nasution, Harun, Ilmu Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI Press, 1985.

Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2007.

Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di kawasan Dunia Islam Mencetak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada. 2004.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam,  Jakarta: Rajawali Press, 2008.

Http//www. Kompasiana .Com/ sejarah dinasti Safawi/  dalam Google, Rabo,  7-11-2012

Http//www. UIN Malang.ac.id/kerajaan Safawi: dari sufisme menuju gerakan politik/ dalam Google. Rabo, 07-11-2012



[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  (Jakarta: Rajawali Press, 2008),  hal. 132
[2] Hasan Ibrahim Hasan,  Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989),  hal. 336
[3] P.M. Holt, dkk, (ed), The Cambridge History Of Islam, Vol. IA, (London, Cambridge University Press, 1970), hlm. 390
[4] Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hal. 79
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam...... hal. 132
[6] Akbar S. Akhmed, Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, (Jakarta: Erlangga, 1990), hal. 76
[7] P.M. Holt, dkk, (ed), The Cambridge History Of Islam, Vol. IA, ......., hal. 397
[8] http//www. Kompasiana .Com/ sejarah dinasti Safawi/  dalam Google, Rabo,  7-11-2012
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam...... hal. 140
[10] Ibid
[11] Ibid,.... hal. 141
[12] Ibid, hal. 143
[13] http//www. UIN Malang.ac.id/kerajaan Safawi: dari sufisme menuju gerakan politik/ dalam Google. Rabo, 07-11-2012
[14] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam...... hal. 142-143
[15] Ibid,... hal. 144
[16] http//www. Kompasiana .Com/ sejarah dinasti Safawi/ 
[17] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam...... hal. 144
[18] Ibid,.... hal 145
[19] Ibid,.... hal 158-159
[20] Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jilid III ..... hal.139
[21] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam...... hal. 147
[22] Harun Nasution, Ilmu Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1985), hal. 82
[23] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam...... hal. 148
[24] Ibid
[25] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 265-266
[26] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam...... hal. 149
[27] Ibid
[28] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya,.....hal. 369
[29] Ibid,..... hal 373
[30] http//www.kompasiana.com/periode 3 kerajaan besar/
[31] Ajid Thohir. Perkembangan Peradaban di kawasan Dunia Islam Mencetak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada. 2004. Hlm 205
[32] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,.... hal. 150
[33] Ibid,.... hal 151
[34]Ahmad Hasyimi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 308
[35] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,.... hal. 163
[36] Ibid,..... hal. 129-130
[37] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 197
[38] http//www. Kompasiana.com/Sejarah Kerajaan Turki Utsmani/
[39] Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: Mizan Media Utama, 2004), Hal. 427
[40] Ibid
[41] Ibid
[42] http//www. Kompasiana.com/Sejarah Kerajaan Turki Utsmani/
[43] Ibid.
[44] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,.... hal. 134
[45] Ibid,.... hal. 136
[46] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, ...... hal. 200
[47] Ibid,... 199
[48] Ibid
[49] Ahmad Hasyimi, Sejarah Kebudayaan Islam, ...... hal. 339
[50] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,.... hal. 137
[51] http//www. Kompasiana.com/Sejarah Kerajaan Turki Utsmani/
[52] Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim,....  Hal. 425
[53] Ibid,..... hal. 427
[54] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,.... hal. 167-168
[55] Ibid,.... hal. 152-154

Tidak ada komentar:

Posting Komentar