A.
Pengantar
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan
membangun masa depan. Sekaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan bagaimana
perkembangan islam pada masa lampau. Namun, kadang kita sebagai umat islam
malas untuk melihat sejarah. Sehingga kita cenderung berjalan tanpa tujuan dan
mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disnilah sejarah
berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang
patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang untuk masa
depan yang lebih cemerlang tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apa pun.
Sejak mundur dan
berakhirnya era kekuasaan Dinasti Abbasiyah akibat serangan tentara Mongol,
kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Beberapa peninggalan
budaya dan peradaban Islam yang sudah dibangun selama masa kekuasaan sebelumnya
banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Wilayah kekuasaannya
tidak lagi bersatu dalam kekuatan yang besar dengan satu pemimpin yang menjadi
khalifah sebagai pusat dari pemerintahan. Namun yang terjadi adalah kekuatan
politik Islam terpecah dan terbagi dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama
lain bahkan saling memerangi. Namun, hal tragis yang menimpa umat Islam tidak
berhenti sampai di situ. Timur Lenk, pemimpin bangsa mongol saat itu, juga
menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Keadaan politik
umat Islam secara keseluruhan mulai berkembang kembali dan baru mengalami
kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar yang berada
saling berjauhan yaitu Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia.
Ketiga kerajaan tersebut memiliki andil besar dalam memajukan kembali peradaban
Islam yang telah hancur akibat berbagai peristiwa yang telah terjadi.
Kerajaan Usmani
di samping yang pertama berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan
dibanding kedua kerajaan lainnya. Turki Usmani dianggap sebagai dinasti yang
mampu menghimpun kembali umat Islam setelah beberapa lama mengalami kemunduran
politik.
BAB II
ISI
A. Safawi
a. Sejarah Berdiri
dan Perkembangan
Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya,
kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan
ini berkembang dengan cepat. Nama Safawi ini terus di pertahankan sampai
tarekat Safawiyah menjadi suatu gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan
yang disebut kerajaan Safawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering
berselisih dengan kerajaan Turki Usmani.[1]
Selama periode Safawi yang berkembang di persia ini (1502-1722) persaingan
antara keduanya sangan menjadi realita.[2]
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di
daerah Ardabil kota Azerbaijan.[3] Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi
Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi'ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada
awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada
akhirnya memerangi orang-orang ahli bid'ah.[4]
Safi Al-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih
sufi sebagai jalan hidupnya. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi
(1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Din.[5]
Safi diambil menantu oleh gurunya
tersebut, kemudian dia mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan
guru dan sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini
sangat teguh memegang ajaran agama. Orang Safawi mempunyai keunikan yaitu
mereka menggunakan surban merah berlipat 12, yaitu jumlah yang melambangkan 12 imam
syi’ah.[6]
Tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk
tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan
yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia. Dalam perkembangannya
Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal
ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan
berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran
Syi'ah). Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi
tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang
bermazhab selain Syi’ah.
Bermula dari perajurit akhirnya mereka memasuki dunia perpolitikan pada masa
kepemimpinan Shah al Junaid. Safawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan
kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini
menimbulkan konflik dengan penguasaan Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu
suku bangsa Turki yang akhirnya menyebabkan kelompok Junaid kalah dan
diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapatkan perlindungan dari
penguasa Diyar Bakr, AK–Koyunlu juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di
istana Uzun hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.[7]
Tahun 1459 M, Junaid mencoba merebut Ardabil tapi
gagal. Pada tahun 1460 M. Ia mencoba merebut Sircasia tetapi pasukan yang
dipimpinya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran
tersebut. Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar pada tahun 1470 M, lalu
Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Haisan dan lahirlah Ismail dan dikemudian
hari menjadi pendiri kerajaan Safawi dan mengatakan bahwa Syi’ahlah yang resmi
dijadikan mazhab kerajaan ini. Kerajaan inilah dianggap sebagai peletak batu pertama
negara Iran .[8]
Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di
pandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang dari Kara
Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan
pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga
pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh.[9]
Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala
tentaranya untuk menuntut balas ataskematian ayahnya, terutama terhadap AK
Koyunlu. Akan tetapi Ya’kub pemimpin AK Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali
bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka
dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya
memerangi saudara sepupunya. Setelah dapatdikalahkan, Ali bersaudara kembali ke
Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali
bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M).[10] Periode
selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5
tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan
dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret
merah).[11]
Ismail (Syah Ismail 1) merupakan pemimpin gerakan dan pendiri pertama kerajaan Safawi. Ia lahir pada tanggal
17 juli 1487 M. pemerintahannya berlangsung sekitar 23 tahun (1501-1524 M).[12] Sekitar
sepuluh tahun pada awal pemerintahannya, ia manfaatkan dengan memantapkan
mazhab Syi’ah sebagai aliran negara. Di samping itu, ia memperluas kerajaannya
meliputi Persia. Pada tahun 1503 M tentera Ismail berhasil melakukan penaklukan
terhadap propinsi Kaspia di Mazandaran, Gurgan, Yazdshirvan, dan Samarqand.
Sementara itu kerajaannya meliputi Fars, Kerman, Khuzistan, Khurasan,
Balkhmerv, Irak, Azarbaijan, dan Diyarbakr. Setelah itu, ia melakukan
pembersihan terhadap tentera al wand yang menguasai sebagian besar Persia (termasuk
Isfahan dan Shiraz). Pada tahun 1510 M ia melakukan peperangan dengan raja
Turkistan. Dalam peperangan itu, ia memperoleh kemenangan. Kemenangan demi
kemengan yang di raihnya secara gemilang telah membuat popularitas ismail I
menjadi semakin meningkat, baik didalam maupun diluar negerinya.[13]
Sepeninggal ismail I, raja – raja yang menggantikannya
tidak begitu berarti dalam mengembangkan kerajaan Safawi, seperti syah tahmasp
(1524-1576 M) ismail II (1576-1577 M) dan mahmud (1577-1588 M) . Raja yang
dianggap paling berjasa dalam memulihkan kebesaran kerajaan Safawi, sekaligus
membawanya kepuncak kemajuan adalah syah Abbas I (1587-1629 M). Usaha-usaha
yang dilakukan oleh syah abbas I antara lain:
1.
Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash
dengan cara membentuk pasukan baru yang berasal dari budak-budak dan tawanan
perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia
2.
Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan
jalan menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji
tidak akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakr, Umar, dan
Usman) dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas
memyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandra di Istambul.[14]
b. Kemajuan
Di bawah pemerintahan Abbas I Kerajaan Safawi mencapai
kekuasan politiknya yang tertinggi. Pemerintahannya merupakan sebuah
pemerintahan keluarga yang sangat dihormati dengan seorang penguasa yang
didukung oleh sejumlah pembantu, tentara administrator pribadi. Sang penguasa
saecara penuh mengendalikan birokrasi dan pengumpulan pajak, memonopoli kegiatan
industri dan penjualan bahan-bahan pakaian dan produk lainnya yang penting,
membangun sejumlah kota besar, dan memugar sejumlah tempat keramat dan
jalan-jalan sebagai ekspresi dari kepeduliannya terhadap kesejahteraan
rakyatnya.
Di bidang politik, keberhasilan menyatukan
wilayah-wilayah Persia dibawah satu atap, merupakan kesuksesanya di bidang
politik. Betapa tidak, karena sebelumnya wilayah Persia terpecah dalam berbagai
dinasti kecil yang bertaburan dimana-mana, sehingga para sejarawan berpendapat
bahwa keberhasilan Shafawiyah itu merupakam kebangkitan nasionalisme Persia.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya
terbatas dibidang politik, melainkan bidang lainnya juga mengalami kemajuan.
Kemajuan-kemajuan itu antara lain :
1.
Bidang Ekonomi
Kemajuan ekonomi
dicapai terutama setelah kepulauan Hurmua dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah
menjadi bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur
dagang laut antara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda,
Inggris, dan Perancis sepenuhnya jadi milik Kerajaan. Sektor pertanian juga
mengalami kemajuan terutama didaerah bulan sabit subur. [15]
Letak Geografis
Persia yang setrategis dan sebagian wilayahnya yang subur sehingga disebut sebagai
daerah bulan sabit subur, membuat mata dunia internasional pada saat itu
memusatkan perhatiannya ke Persia. Portugal, Inggris, Belanda, dan Prancis
berlomba-lomba menarik simpati istana Safawiyah. Bahkan Inggris telah mengirim
duta khusus dan ahli pembuat senjata modern guna membantu memperkuat militer Safawiyah.
2.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Kemajuan di bidang tasawuf ditandai dengan
berkembangnya filsafat ketuhanan (al-Hikmah al-ilahiyah) yang kemudian terkenal
dengan sebutan filsafat ’’pencerahan’’. Adapun tokoh terbesarnya adalah Mulla
Sadra. [16]
Sepanjang
sejarah Persia dikenal sebagai bangsa yang telah berperadaban tinggi dan
berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sejumlah ilmuan
yang selalu hadir di majlis istana yaitu Baha al-Din al-Sayrazi,
generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad
al-Baqir ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang
pernah mengadakan observasi tentang kehidupan lebah. Selain itu ada juga
Bahauddin al-’Amali bukan saja seorang ahli teolog dan sufi, tapi ia juga ahli
matematika, arsitek, ahli kimia yang terkenal. Ia menghidupkan kembali studi
matematika dan menulis naskah tentang matematika dan astronomi untuk
menyimpulkan ahli-ahli terdahulu. Ia ahli agama yang juga ahli matematika
ternama. Dalam bidang ilmu pengetahuan, kerajaaan Safawi dapat dikatakan lebih
maju dibanding Mughal dan Usmani.[17]
3.
Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Kemajuan bidang
seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang
memperindah Isfahan sebagai ibukota kerajaan. Sejumlah Masjid, sekolah, rumah
sakit, jembatan yang memenjang diatas Zende Rud dan isana Chihil Sutun. Kota
Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I
wafaf di istana terdapat 162 masjid 48 akademi 1802 penginapan dan 273
pemandian umum.[18]
c. Kemunduran dan
Kehancuran Kerajaan Safawi
Adapun sebab- sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan
Safawi adalah:
1.
Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan
Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman
bagi kerajaan Usmani
2.
Terjadinya degradasi moral yang melanda sebagian
pemimpin kerajaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan
ini.
3.
Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas l
ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tingi.
4.
Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk
perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.[19]
B. Mughal
a.
Sejarah Berdiri dan Perkembangan
Dinasti Mughal adalah salah satu diantara kemegahan
islam yang tidak dapat dilupakan. Pada zaman dahulu, bangsa mongol terkenal
sebagai perusak besar kebudayaan islam yang telah didirikan oleh abbasiyyah,
yang dikepalai oleh hulagu khan, namun anak cucu mereka malah menjadi penyiar
islam yang gagah perkasa.[20]
Dinasti Mughal (1256-1858 M) merupakan kekuasaan Islam
terbesar pada anak benua India, yang didirikan oleh Zahiruddin Babur
(1526-1530M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Ia berambisi dan bertekad untuk
menaklukan Samarkhand yang menjadi kota penting di Asia Tengah pada masa itu.
Dengan bantuan dari raja Safawi, Ismail I, akhirnya ia berhasil menaklukan
Samarkhand tahun 1492 M, dan pada tahun 1504 M Babur menduduki Kabul, ibukota
Afganistan.[21]
Setelah Kabul dapat ditaklukan, Babur meneruskan
ekspansinya ke India yang saat itu diperintah Ibrahim Lodi, yang sedang
mengalami masa krisis, sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Alam
Khan, paman dari Ibrahim Lodi, bersama-sama Daulat Khan, Gubernur Lahore,
mengirim utusan ke Kabul, ia meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan
pemerintahan Ibrahim Lodi di Delhi. Permohonan itu langsung diterimanya. Pada
tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore.
Setelah itu, ia memimpin tentaranya menuju Delhi.[22]
Pada tanggal 21 April 1526 M terjadilah pertempuran
yang dahsyat di Panipat antara Ibrahim Lodi dan Zahiruddin Babur, yang terkenal
dengan pertempuran Panipat I. Ibrahim Lodi terbunuh dan kekuasaannya berpindah
ke tangan Babur, Sejak itulah berdiri dinasti Mughal di India, dan Delhi
dijadikan ibu kotanya.
Berdirinya Dinasti Mughal menyebabkan bersatunya
raja-raja Hindu Rajputh (seperti Rana Sanga) di seluruh India dan menyusun
angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur. Namun gabungan pasukan Hindu
dapat dikalahkan Babur, sementara itu di Afghanistan masih ada golongan yang setia
kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung Ibrahim Lodi, Mahmud
menjadi sultan. Tetapi sultan Mahmud Lodi dengan mudah dikalahkan Babur dalam
pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M.[23]
Pada tahun 1530 M Babur meninggal dunia dalam usianya
48 tahun. Ia meninggalkan Wilayah kekuasaan yang luas, kemudian pemerintahan
pun di pegang oleh anaknya Humayun. Pada pemerintahan Humayun (1530-1540 dan
1555-1556 M), kondisi negara tidak stabil karena ia banyak menghadapi tantangan
dan perlawanan dari musuh-musuhnya. Di antara tantangan yang muncul adalah
pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari Delhi.[24]
Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan
di Kanauj. Dalam pertempuran ini Humayun kalah dan melarikan diri ke Kendahar
dan kemudian ke Persia. Di pengasingan ini dia menyusun kekuatannya dan di
sinilah ia mengenal tradisi Syi’ah. Pada saat itu Persia di pimpin oleh
penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas tahun menyusun
kekuatannya dalam pengasingan di Persia, ia kembali menyerang musuh-musuhnya
dengan bantuan raja Persia. Humayun dapat mengalahkan Sher Khan setelah lima
belas tahun berkelana meninggalkan Delhi. Ia kembali ke India dan menduduki
tahta kerajaan Mughal pada tahun 1555 M. Pada tahun 1556 M Humayun meninggal dunia
karena jatuh dari tangga istananya pada bulan januari 1556 dan kemudian
digantikan oleh anaknya Akbar Khan.[25]
Akbar Khan ( 1556-1605 M), sewaktu naik tahta berumur
15 tahun, sehingga pada masa awal pemerintahannya, Akbar menyerahkan urusan
kenegaraan pada Bairam Khan, seorang Syi’i. Awal periode ini ditandai dengan
berbagai pemberontakan. Bairam Khan harus menghadapi sisa-sisa pemberontakan
keturunan Sher Khan yang masih berkuasa di Punjab. Selain itu pemberontakan
yang mengancam pemerintahan Akbar adalah seorang penguasa Gwalior dan Agra.
Pasukan Hemu berusaha memasuki kota Delhi, Bairam Khan menyambut pemberontakan
ini dengan mengerahkan pasukan yang besar. Pertempuran antara keduanya dikenal
sebagi pertempuran Panipat II, terjadi pada tahun 1556 M. Pasukan Bairam Khan
berhasil memenangkan peperangan ini, sehingga wilayah Agra dan Gwalior dapat
dikuasai secara penuh.[26]
Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam
Khan yang sudah mempunyai pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan
kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan mencoba untuk memberontak, tetapi
usahanya ini dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M. Setelah
persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai melakukan ekspansi.
Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chritor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat,
Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Admadnagar,
Dan Ashgar.[27]
Stabilitas politik yang berhasil diciptakan oleh Akbar
melalui sistem pemerintahan militeristik mendukung pencapaian kemajuan di
bidang perekonomian, ilmu pengetahuan dan peradaban. Kemajuan di bidang ekonomi
ditandai dengan kemajuan sektor pertanian dan perindustrian.
Setelah Akbar, maka penguasa selanjutnya adalah
Jahangir (1605-1628 M), putera Akbar. Jahangir penganut ahlussunnah wal jamaah.
Pemerintahan Jahangir juga diwarnai dengan pemberontakan, seperti pemberontakan
di Ambar yang tidak mampu dipadamkan. Pemberontakan juga muncul dari dalam
istana yang dipimpin oleh Kurram, puteranya sendiri. Dengan bantuan panglima
Muhabbat Khar, Kurram menangkap dan menyekap Jahangir. Tetapi berkat usaha
permaisuri, permusuhan ayah dan anak dapat didamaikan.
Akhirnya setelah Jahangir meninggal, Kurram naik tahta
dan bergelar Muzaffar Shahabuddin Muhammad Shah Jehan Padishah Ghazi. Shah
Jehan (1627-1658 M), pemerintahannya diwarnai dengan timbulnya pemberontakan
dan perselisihan di kalangan keluarganya sendiri. Seperti dari ibunya, adiknya
Syahriar yang mengukuhkan dirinya sebagai kaisar di Lahore. Namun pemberontakan
itu dapat diselesaikannya dengan baik. Pada tahun 1657 M, Shah Jehan jatuh
sakit dan mulai timbullah perlombaan dikalangan anak-anaknya, karena saling
ingin menjadi kaisar. Dalam pertarungan itu, Aurangzeb muncul sebagai pemenang
karena telah berhasil mengalahkan saudara-saudaranya yaitu Dara, Sujak, dan Murad.[28]
Aurangzeb adalah sultan Mughal besar terakhir yang
memerintah mulai tahun 1658-1707 M. Dia bergelar Alamgir Padshah Ghazi. Dia
adalah penguasa yang berani dan bijak. Kebesarannya sejajar dengan Akbar,
pendahulunya. Di akhir pemerintahannya dia berhasil menguasai Deccan, Bangla
dan Aud. Sistem yang dijalankan Aurangzeb banyak berbeda dengan pendahulunya.
Kebijakan-kebijakan yang telah dirintis oleh raja-raja sebelumnya banyak
diubah, khususnya yang menyangkut hubungan dengan orang Hindu. Aurangzeb adalah
penguasa Mughal yang membalik kebijakan konsiliasi dengan Hindu. Diantara
kebijakannya adalah melarang minuman keras, perjudian, prostitusi dan
penggunaan narkotika ( 1659 M). Tahun 1664 dia juga mengeluarkan dekrit yang
isinya tidak boleh memaksa wanita untuk satidaho, yaitu pembakaran diri seorang
janda yang ditinggal mati suaminya, tanpa kemauan yang bersangkutan. Akhirnya
praktek ini dihapus secara resmi pada masa penjajahan Inggis. Aurangzeb juga
melarang pertunjukan musik di istana, membebani non muslim dengan poll-tax,
yaitu pajak untuk mendapatkan hak memilih ( 1668 M), menyuruh perusakan
kuil-kuil Hindu dan mensponsori pengkodifikasian hukum Islam yang dikenal
dengan Fatawa Alamgiri.[29]
Tindakan Aurangzeb di atas menyulut kemarahan
orang-orang Hindu. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan pemberontakan di
masanya. Namun karena Aurangzeb sangat kuat, pemberontakan itu pun dapat
dipadamkan. Meskipun pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat dipadamkan,
tetapi tidak sepenuhnya tuntas. Hal ini terbukti ketika Aurangzeb meninggal
(1707 M), banyak wilayah-wilayah memisahkan diri dari Mughal dan terjadi
pemberontakan oleh golongan Hindu.[30]
Setelah Aurangzeb meninggal ( 1707 M), maka dinasti Mughal
ini dipimpin oleh sultan-sultan yang lemah yang tidak dapat mempertahankan
eksistensi kesultanan Mughal hingga berakhir pada raja terakhir Bahadur Syah II
( 1837-1858 M).
b.
Kemajuan
Berikut
beberapa kemajuan peradaban dan keilmuan Dinasti Mughal antara lain :
1.
Bidang politik dan
administrasi pemerintah
Pada masa pemerintahan Akbar, ia berhasil mencapai keemasan hal ini berkat
poitik yang diterapkannya yaitu politik Sulakhul
atau toleransi universal. Sehingga masa pemerintahannya cukup berhasil dan
wilayah kekuasaannya pun semakin meluas seperti Chundar, Ghond, Chitor,
Kashmir, Bengal, Bihar, Gujarat,Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar,
dan Asirgah. Usaha ini berlangsung hingga masa Aurangzeb. Pada pemerintahan
Akbar banyak ditetapkan kebijakan seperti menata sistem pemerintahannya dengan
sistem militer termasuk ke seluruh daerah taklukannya. Pemerintahan daerah
dipegang oleh seorang sipah salar (kepala komandan), sub-distrik dipegang oleh
Faudjar (komandan). Selain itu terbentuk landasan institusional dan landasan
georafis bagi kekuatan imperiumnya, pemerintahan Mughal pada umumnya dijalankan
oleh pembesar kalangan elit militer dan politik sperti dari Iran, Turki,
Afghan, dan Muslim asli India.[31]
2.
Bidang Ekonomi dan Sosial
Kemantapan stabilitas politik yang
diterapkan oleh Akbar telah membawa kemajuan di bidang lainnya. Seperti bidang
ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian, pertambangan,
dan perdagangan. Namun yang menjadi tumpuan adalah sektor pertanian karena
disektor ini hubungan antara pemerintah dan petani di atur baik. Dimana
terdapat deh yakni unit lahan
pertanian kecil yang tergabung dalam
pargana (desa). Komunitas petani dipimpin oleh mukkadam. Melalui mukkadam
inilah pemerintah berhubungan dengan petani. Setiap petani bertanggung jawab
untuk menyerahkan hasilnya sehingga mereka dilindungi dari kejahatan. Adapun
hasil pertaniannya yaitu berupa biji-bijian, kacang, tebu, sayuran, rempah-rempah,
tembakau, kapas dan bahan-bahan celupan. Selain untuk kebutuhan dalam negri
hasilnya di ekspor ke Eropa, Arabia, dan Asia Tenggara. Bersama dengan hasil
kerajinan seperti kain tenun, kain tipis bahan Gordyin yang banyak di produksi
di Gujarat dan Bengal. Pada masa syekh Jehan dilakukan pembangunan ekonomi
dimulai dari pengembangan irigasi.[32] Sistem perpajakan pun diatur dengan baik
yang dikelola sesuai dengan sistem zabt. Industri pertanian dan perdagangan
mulai berkembang.
3.
Bidang Seni dan
Budaya
karya seni terbesar yang pada
dicapai pada masa Dinaseti Mughal khususnya pada masa Akbar dibangunnya
istana Fatfur Sikri di Sikri, vila dan
masjid-masjid yang indah. Pada masa Syekh Jehan dibangun masjid berlapiskan
mutiara dan Taj Mahal di Agra, masjid Raya Delhi, dan istana indah di Lahore.[33] Seni lukis, gubahan syair dan munculnya
sejarawan pada masa Aurangzeb.
4.
Bidang Agama
Pada masa Akbar berkembang paham
Din-illahi, ia pun dituduh membuat agama baru. Munculnya perbedaan kasta akan
tetapi hal ini menguntungkan perkembangan islam. Sehingga berkembanglah aliran
agama islam di India seperti Syi’ah. Pada masa Aurangzeb pun dibuatlah risalah
hukum islam.
5.
Bidang pengetahuan
Pada zaman ini banyak lahir mausu’at dan mu’jamat (buku kumpulan berbagai
ilmu dan mas’aalah kira-kira seperti ensiklopedi), sehingga pada zaman ini
sering juga disebut zaman mausu’at. Dalam masa ini juga lahir pemikir-pemikir
baru namun ijtihatnya hanya sebatas madzhab.[34]
c.
Kemunduran
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur dan membawa kepada
kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:
1.
Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer
sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera
dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.
2.
Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite
politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
3.
Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam
melakasanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik
antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4.
Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah
orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[35]
C. Turki Usmani
a.
Sejarah Berdiri dan Perkembangan
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang
mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu lebih
kurang tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka
masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh ketika menetap di Asia
Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M bangsa
Turki dengan dipimpin Ertoghul melarikan diri menuju dinasti Saljuk untuk
mengabdi pada penguasa yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Alauddin II.[36]
Melalui bantuan kabilah ini, sultan Alauddin II mampu
mengalahkan Byzantium yang selama ini sering mengganggu stabilitas Anatolia.
Atas jasanya sultan memberikan anugrah kepada Ertoghul dan kabilahnya tempat
pemukiman yang luas di Syughat, sekitar 50 mill dari laut Harmora dan 10 mil
dari Eski Shahr.[37]
Pada tahun 1289 M Artogol meninggal dunia. Kepemimpinanya
dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Artogol inilah yang dianggap sebagai
pendiri kerajaan Usmani, beliau memerintah tahun 1290 M – 1326 M. Sebagaimana
ayahnya, Usman banyak berjasa pada Sultan Alauddin II, dengan keberhasilannya
menduduki benteng-benteng Bizantium. Pada tahun 1300 M, Bangsa Mongol menyerang
kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin II terbunuh. Kerajaan Saljuk kemudian
terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan
dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Turki
Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut
Usman I. Dalam perkembangannya, Turki Usmani melewati beberapa periode
kepemimpinan. Sejak berdiri tahun 1299 M yang dipimpin oleh Usman I Ibn Artogol
(1299-1326 M) berakhir dengan Mahmud II Ibn Majib (1918-1922 M). Dan dalam
perjalanan sejarah selanjutnya Turki Usmani merupakan salah satu dari tiga
kerajaan besar yang membawa kemajuan dalam Islam.[38]
Turki Utsmaniyah mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan
Sulaiman al-Qanuni (1520-1566 M). Pada masa ini, wilayah kekuasaannya
membentang dari Budapest hingga ke Bagdad. Pada masa kejayaannya, di dalam
tubuh militer tersebut pasukan militer bernama Jenissarin yang merupakan
pasukan militer yang beranggotakan anak-anak Kristen yang mendapatkan
pendidikan militer. Pada masa Al-Qanuni lembaga yang mengurusi Syariat makin
ditarik lebih dekat dengan penguasa.[39] Sulaiman juga mengeluarkan sebuah kitab perundang-undangan yang
dinamakan Majallah
al-Ahkam al-Adliyah. Oleh sebab itu sulaiman mendapat gelar al-Qanuni yaitu pembuat
undang-undang.[40]
Madzhab hukum yang dibangun oleh Turki Usmani adalah madzhab
Hanafi, hakim ditunjuk dan digaji oleh pemerintah. Masa ini juga menciptakan
korps ulama resmi yang sejajar dengan korps militer dan birokrasi politis.[41]
Dalam perkembangan dinasti ini, peraturan pemerintahan dapat
diklasifikasikan dalam tiga bentuk yaitu:
1.
Masa Sebelum Tandzimat
Sebagai diketahui Kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh
seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau dunia dan kekuasaan spritual
atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai
kepala rohani umat Islam, ia memakai gelar Khalifah. Dengan demikian Raja
Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan
kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan
dibantu oleh dua pegawai tinggi sadrazam untuk urusan pemerintahan dan syaikh
al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tidak mempunyai banyak suara
dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Dikala Sultan
berhalangan atau berpergian ia digantikan sadrazam dalam menjalankan
pemerintahan, dan Syaikh al-Islam yang mengurus bidang keagamaan yang dibantu oleh qadhi.[42]
2.
Masa Tandzimat
Tanzimat merupakan suatu gerakan pembaharuan sebagai kelanjutan dari kemajuan yang
telah dilakukan oleh Sultan Sulaiman (1520-1566 M) yang termasyhur dengan nama al-Qanuni.
Namun pembaharuan yang sebenarnya lebih membekas dan berpengaruh pada masa Sultan
Mahmud II (1808-1839 M). Ia memusatkan perhatiannya pada berbagai perubahan
internal diantaranya dalam organisasi pemerintahan dan hukum. Sultan Mahmud II
juga dikenal sebagai Sultan yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan
antara urusan agama dan urusan dunia.
Urusan agama diatur oleh syari’at Islam (tasyr’ al-dini) dan
urusan dunia diatur oleh hukum yang bukan syari’at (tasyri’ madani). Hukum
syari’at terletak di bawah kekuasaan syaikh al-Islam, sedangkan hukum
bukan syari’at diserahkan kepada dewan perancang hukum untuk mengaturnya, hukum
yang bukan syari’at ini diadopsi dari Eropa, Perancis dan negeri asing lainnya.
Diantaranya adalah al-Nizham al-Qadha al-Madani (Undang-undang Peradilan
Perdata). Dengan penerapan al-Nizham al-Qadha al-madani (Undang-undang
Peradilan Perdata) dalam peradilan muncul Mahkamah al-Nizhamiyah yang
terdiri dari Qadha al-Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha-Syar’i (Peradilan
Agama). Dikotomi lembaga peradilan pada masa Sultan Mahmud II memberikan
indikasi sudah adanya pemisahan urusan agama dan urusan dunia.[43]
3.
Masa Setelah Tanzimat
Pada akhir periode Turki Usmani, persoalan peradilan semakin banyak dan
sumber hukum yang dipegang tidak hanya terbatas pada syari’at Islam saja, tapi
juga diambil dari sumber non syari’at Islam, dan pada masa ini banyak muncul
lembaga peradilan yang sumber hukumnya saling berbeda, yaitu:35
1)
Mahkamah al-Thawaif atau Qadha al-Milli, yaitu peradilan untuk
suatu kelompok (agama), sumbernya dari agama masing-masing.
2)
Qadha al-Qanshuli, yaitu peradilan untuk warga negara asing dengan
sumber undang-undang asing tersebut.
3)
Qadha Mahkamah Pidana, bersumber dari Undang-undang Eropa.
4)
Qadha Mahkamah al-Huquq, (Ahwal al-Madaniyah), mengadili perkara perdata, bersumber dari Majallah
al-Ahkam al-Adliyah.
5)
Majlis al-Syari’ al-Syarif, mengadili perkara umat Islam khusus masalah keluarga
(al-Syakhsyiyah), sumbernya fiqh Islam.
b.
Kemajuan
Kemajuan dan perkembangan ekspansi Turki Usmani sangat luas dan
berlangsung dengan cepat, kemajuan yang terpenting diantaranya sebagai berikut:
1.
Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Para pemimpin Turki Usmani pada masa pertama, adalah orang yang
kuat sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas, selain
itu ketangguhan, keterampilan, dan keberanian militer yang sanggup bertempur
kapan saja dan di mana saja juga merupakan faktor penting. Kekuatan militer
mulai terorganisir saat bersentuhan dengan tentara Eropa. Pada pemerintahan
Orkhan, organisasi militer mulai
diperbaharui, tidak hanya dalam bentuk mutasi personel pemimpin, tetapi juga
dalam keanggotaannya, diantaranya bangsa nonTurki dimasukan kedalamnya, bahkan
anak-anak kristen, mereka dan diasramakan dan dididik menjadi prajurit. Progam
ini melahirkan kelompok militer baru yang disebut jenissari atau inkisyariyyah.[44]
2.
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Seni
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam
kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Byzantium, dan Arab, orang Turki
Usmani dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi dengan bangsa
asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar.[45]
Fokus aktifitas pada
masa ini adalah pada bidang kemiliteran, sehingga bidang ilmu pengetahuan tidak
begitu mendapat perhatian. Hal ini dilatar belakangi oleh keadaan politik saat
itu.[46]meskipun
demikian mereka tetap memerhatikan dan memotivasi kegiatan seni dan peradaban
islam terutama peradaban yang bersifat material. Bidang seni arsitektur tampak
sangat diminati dan perkembangannya sangat signifikan. Ini terlihat pada
bangunan-bangunan mesjid yang sangat indah. Salah satu mesjid yang terkenal
keindahan kaligrafinya adalah mesjid Aya Sopia yakni sebuah mesjid yang awalnya
adalah sebuah gereja. Sinan membuat dua kubah pada masjid ini, dan masjid
tersebut kemudian menjadi acuan dalam pembangunan masjid-masjid lainya.[47]
Dalam dunia seni arsitektur, Turki memiliki gaya
tersendiri yang disebut gaya/style Usmani. Corak ini muncul saat Turki
mengalahkan Byzantium, dan pertemuan dua seni arsitektur ini melahirkan gaya
baru (yang berasimilasi dengan kebudayaan lokal).[48] Era
sultan Sulaiman, Daulah ini memiliki satu lagi mesjid nan indah dan megah yang
dibangun oleh Sultan Sulaiman, yakni mesjid Sulaiman. Selain ini, Sultan
Sulaiman juga membangun madrasah, asrama besar untuk mempelajari al Qur’an,
rumah sakit, musalla, istana, pesanggrahan dan mesium. Kesemuanya ini bergaya
arsitektur usmaniyah di bawah arahan seorang ahli bangunan turki, Sinan Pasha,
dia juga ahli kaligrafi serta penulis prosa terkenal yang dinamakan taazuraat.
3.
Bidang keagamaan
Pada masa Dinasti Turki Utsmani, hampir tidak
terdapat ulama yang mempunyai pemikiran orisinil, karena pada umumnya para
ulama hanya nmengkaji literatur-literatur karya ulama sebelumnya dan menulis
keterangan-keterangan atau komentar terhadap karya-karya tersebut yang lazim
dikenal dengan Hasyiyyah (semacam catatan) dan syarah (penjelasanS).[49] Dalam bidang
tarekat, aliran tarekat Bektasyi merupakan tarekat yang cukup berkembang.
Tarekat ini mendapat tempat di kalangan pasukkan Jenissari. Aliran lainnya yang
juga berkembang adalah tarekat Maulawi yang mendapat dukungan dari pihak
pemerintah.[50]
4.
Bidang Ekonomi
Pada umumnya, daerah-daerah yang dikuasai oleh Dinasti
Turki Utsmani adalah daerah yang mempunyai kekayaan alam, seperti Mesir, Syiria,
Anatolia dan berbagai wilayah lainnya. Dinamika ekonomi Dinasti Turki
Utsmaniyah mencapai puncaknya ketika kota Bursar menjadi pusat perdagangan
penting pada abad ke-15 dan 16 M. Bursar tidak hanya menjadi pusat perdagangan
intern Dinasti Turki Utsmaniyah tapi juga hingga ke Eropa.[51]
Pada masa ini sistem pemberangkatan haji terorganisir
dari Mesir dan Damaskus, mereka mengunjungi kota-kota suci dengan didampingi
oleh pejabat tinggi dan khalifah haji, delegasi ini membawa surrah yaitu sejumlah uang dan harta benda yang akan
diberikan kepada penduduk kota suci,
surrah ini merupakan wakaf istana.[52] Pada
setiap route perjalanan haji yang
disinggahi pejamaah diberikan fasilitas penginapan yang dilengkapi dengan
benteng, garnisium dan makanan. Biaya penyelenggaraannya dibebankan kepada
pendapatan damaskus dan provinsi syiria lainnya. Para pejamaah haji bergerak
keluar kota dengan upacara resmi dengan membawa mahmal yaitu sebuah bingkai
kayu yang di tutup dengan kain bordiran, serta panji nabi, kecuali pejamaah
dari Mesir, selin membawa mahmal dan panji nabi, mereka juga membawa kiswah
yaitu penutup dinding ka’bah.[53]
c.
Kemunduran
Selama kurang lebih 9 abad kerajan Usmani berdiri, tetapi
kemudian hancur juga, banyak faktor
yang menyebabkan Turki Usmani mengalami kemunduran diantanya adalah:
1.
Wilayah kekuasaan yang sangat luas, Terlalu luasnya wilayah kekuasaan Usmani
sangat sulit untuk dikontrol. Dipihak lain, para penguasa sangat berambisi
menguasai wilayah yang sangat luas, sehinga mereka terlibat perang terus
menerus dengan berbagai bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang
seharusnya dapat digunakan untuk membangun Negara.
2.
Heterogenisasi penduduk, wilayah yang luas itu didiami oleh
penduduk yang beragam baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat.
perbedaan bangsa dan agama acapkali melatar belakangi terjadinya pemberontakan
dan peperangan.
3.
Kelemahan para penguasa, Sepeninggal Sulaimanal al-Qanuni, kerajaan Usmani
diperintah oleh Sultan-sultan yang lemah terutama dalam bidang
kepemimpinan. Akhirnya pemerintahan menjadi kacau.
4.
Budaya pungli, Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus
“dibayar” dengansogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut,
sehinggamenyebabkan dekadensi moral dan kondisi para pejabat semakin rapuh.
5.
Pemberontkan tentara jenissari, Kemajuan ekspansi kerajan Usmani adalah juga
karena peranan yang besar dari tentara Jenissari. Maka dapat dibayangkan kalau
tentara Jenissari itu sendiri akhirnya memberontak kepada pemerintah.
6.
Merosotnya ekonomi, Ini disebabkan perang yang berkepanjangan, menghabiskan
uang dan perekonomian Negara merosot, sementara belanja Negara sangat besar,
termasuk untuk biaya perang.
7.
Terjadinya stagnansi dalam lapangan ilmu dan teknologi, kerajaan
Usmani kurang berhail dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya
mengutamakan pengembangan militer. Akhirnya kerajaan ini tidak sanggup
menghadapi persenjataan eropa yang lebih maju.[54]
D. Perbedaan
Kemajuan Masa Ini Dengan Masa Klasik
Sebagaimana diuraikan terdahulu, pada masa kejayaan
tiga kerajaan besar ini, umat Islam kembali mengalami kemajuan. Akan tetapi,
kemajuan yang dicapai pada masa klasik Islam jauh lebih kompleks. Dibidang
intelektual kemajuan pada masa tiga kerajaan besar tidak sebanding kemajuan di
jaman klasik. Dalam bidang ilmu keagamaan, umat Islam sudah mulai bertaklid
pada imam-imam besar yang lahir pada masa klasik Islam. Kalaupun ada mujtahid,
maka ijtihad yang dilakukan adalah Ijtihad fial-mazhab, yaitu ijtihad
yang masih ada dalam pemikiran bebas yang mandiri, beberapa sains yang
berkembang pada masa klasik, ada yang tidak berkembang lagi, bahkan ada yang di
duplikat.
Ada beberapa alasan mengapa kemajuan yang dicapai itu
tidak setingkat dengan kemajuan yang dicapai pada masa klasik yaitu:
1.
Metode berfikir dalam bidang teologi yang berkembang
pada masa ini adalah berpikir tradisional.
2.
Pada masa klasik Islam, kebebasan berpikir berkembang
dengan masuknya pemikiran filsafat Yunani. Namun kebebasan ini menurun sejak
Al-Ghazali melontarkan kritik tajam terhadap pemikiran filsafat yang tertuang
dalam bukunya Tahafut Al-Filsafat (Kekacawan Para Filosof).
Kritik Al-Ghazali mendapat bantahan dari filosof besar Islam dan terakhir, Ibn
Rusyd, dalam bukunya Tahafut Al Tahafut (kekacawan ’buku’ kekacawan)
,tapi tampaknya, kritik Al-Ghazali jauh lebih populer dan pengaruhnya
dibanding bantahan Ibn Rusyd. Nurcholis Majid mengatakan, pemikiran Al-Ghazali
mempunyai efek pemenjaraan kreatifitas.
3.
Al-Ghazali bukan hanya menyerang pemikiran filsafat pada
masanya, tetapi juga menghidupkan ajaran tasawuf dalam islam. Sehingga ajaran
ini berkembang pesat setelah Al-Ghazali. Dalam ajaran tasawuf kehidupan ukhrawi
lebih diutamakan dari pada kehidupan duniawi.
4.
Sarana-sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
pemikiran yang disediakan masa klasik, seperti perpustakaan seperti karya-karya
ilmiah, baik yang diterjemahkan dari bahas yunani, Persia, India dan Syria
maupun dari bahasa lainnya banyak yang hancur dan hilang akibat serangan bangsa
mongol kebeberapa pusat kebudayaan dan peradaban islam.
5.
Kekuasaan islam pada masa tiga kerajaan besar dipegang
oleh bangsa turki dan mongol yang lebih dikenal sebagai bangsa suka perang
ketimbang suka ilmu.
6.
Pusat-Pusat kekuasaan Islam pada masa ini tidak berada
di wilayah arab dan tidak pula oleh bangsa arab. Di Safawi berkembang bahasa
Persia, diturki bahasa turki, dan di India bahasa urdu akibatnya bahasa arab
yang sudah menjadi bahasa persatuan dan bahasa ilmiah pada masa sebelumnya
tidak berkembang lagi bahkan menurun.[55]
E.
Rekonstruksi
Dari perjalanan tiga kerajaan besar tersebut
kita dapat mengambil pelajaran bahwa perlunya pendidikan multi kultural di
ajarkan dalam persekolahan di negara Indonesia ini, mengapa demikian, karena
setidaknya keragaman etnis, budaya, agama dan lainya tercermin juga dalam
negara kita ini, supaya toleransi antar
warga negara terjaga. Sebagai reaksi dari kemunduran tiga kerajaan besar ini
salah satu faktor terpentingnya adalah keragaman etnis. Selain itu kita juga
dapat mengambil contoh dari politik shalakhul
yang dapat memberikan dampak positif bagi perdamaian etnis di India. Banyak
kita ketemukan sekarang dalam betita-berita yang hangat diperbincangkan yang
ditayangkan pada stasiun-stasiun
televisi, banyak sekali antar suku di
Indonesia saling berperang, seperti kejadian pada propinsi lampung kemarin-kemarin ini.
Kalau ditarik kedalam lembaga persekolahan setidaknya kita dapat mengambil
contoh bahwa tata perekonomian yang kuat dalam lembaga merupakan unsur
terpenting untuk memajukan lembaga tersebut. Hal ini tercermin dalam
kemerosotan 3 kerajaan salah satu faktornya
juga kareana ekonomi.
Dalam menjaga keutuhan suatu lembaga atau suatu negara KKN dan
pungli harus diberantas, karena hal tersebut menghambat kemajuan yang
berjalan, mengapa demikian, karena dikemudian hari akan menjadi senjata makantuan
yang menghancurkan.
Filsafat pancasila yang menjadi falsafah pendidikan di negara
indonesia ini harus dimantapkan kembali, bila perlu pendidikan pancasila pada
masa dulu yang kurikulumnya sekarang telah di hapus perlu di munculkan lagi,
isi dari pancasila hampir mirip dengan kebijakan din ilahi pada masa kejayaan
dinasti Mughal yang dipimpin oleh Akbar, dan merupakan puncak kejayaan islam.
Hal-hal yang perlu digaris bawahi untuk negara kita ini adalah, kita
harus dapat menata perekonomian bangsa dengan kuat. Perekonomian merupakan
salah satu sendi yang dapat mengukuhkan kehidupan bangsa. Kondisi perekonomian
yang rapuh akan menimbulkan penderitaan bagi rakyatnya dan imperialisme akan
dengan mudah mejajah bangsa kita. Kita juga harus menjaga persatuan dan kesatuan untuk
mempertahankan tanah air kita. Selain bidang perekonomian, wajib bagi pemerintah
memperkuat armada militer bangsa, karena dengan kuatnya militer, pertahanan
negara semakin kuat dan tidak ada lagi daerah teritorial diaku-aku negara lain,
selain itu, khazanah budaya juga harus dilestarikan.
Kaum Syi’ah pada masa dulu kurang mengembangkan
keilmuan hal ini disebabkan tekanan dari kaum Turki Usmani dan sebab tarekat
yang bersumber dari Syi’ah sendiri, singgungan dan peperangan terus menerus
dengan turki usmani membuat kekuasaan dan wilayah Safawi mwnjadi sempit dan
kurang leluasa. Sedangkan tarekat yang
berkembang lebih bersifat sufi yang lebih memikirkan kehidupan akhirat, hal ini
menyebabkan perkembangan ilmu kurang berkembang dengan baik. Hal ini wajar
karena kondisi Islam setelah serangan Hulagu Khan memang sangat mengenaskan
jadi umat islam lebih memilih untuk meghibur diri dengan memikirkan akhirat.
Berbeda dengan Syi’ah sekarang, yang lebih maju
pemikirannya, hal ini ditunjang dengan stabilitas keamanan negara sangat baik
dan kebebasan dari tarekat dan penguasanya yang memberikan kebebasan dalam
berfikir, serta adanya persaingan dengan dunia, menyebabkan pemikiran lebih
maju. Oleh sebab itu kita bisa ambil sebuah nilai yang dapat kita pegang, jika
ingin kemajuan ilmu pengetahuan dalam negara kita, maka kita harus memantapkan
stabilitas keamanan atau memperkuat bidang militer, memberikan hak
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berijtihad dan menerangkan bahwa faham
ijtihad belum tertutup, masih terbuka lebar, dan satu lagi yang harus dipegang,
kita harus mempunyai semangat persaingan yang sehat dalam mencari ilmu
pengetahuan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan
tentang sejarah berdiri, perkembangan, kemajuan dan kemunduran kerajaan Safawi,
Mughal, dan Turki Usmani di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, ketiga kerajaan tersebut merupakan kerajaan Islam terbesar,
karena dalam kurun waktu yang panjang stelah Bani Abbas mengalami keruntuhan
ditandai dengan jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol pada tahun 1258
M, setelah itu umat Islam mengalami kemunduran. Umat Islam bangkit kembali
dengan adanya kerajaan Utsmani yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara
Cina, kemudian kerajaan Safawi di Iran dan
kerajaan Mughal di India.
Pendiri kerajaan Safawi adalah Safi Al-Din (1252-1334 M).
Kerajaaan Safawi mengalami kemunduran karena sering terjadi perang dengan Turki
Usmani, dekadensi moral yang melanda sebagaian pemimpin, Pasukan Ghulam
(budak-budak) yang dibentuk Abbas l ternyata tidak memiliki semangat perjuangan
yang tinggi. Dan Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan
kekuasaan dikalangan keluarga istana.
Kerajaan Mughal di
India diasaskan oleh Babur pada tahun 1526. Faktor yang menyebabkan kerajaan mughol
mengalami kemunduran yaitu Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit
politik, Pendekatan Aurangzeb yang terlampau ”kasar”, Terjadi stagnasi dalam
pembinaan militer. Dan Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah
orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan
Pendiri kerajaan
Turki Usmani adalah dari Kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah
Utara Cina. Faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani mengalami kemunduran
yaitu Wilayah kekuasaan yang sangat luas, Heterogenitas penduduk, Kelemahan
para penguasa, Budaya pungli, Pemberontakan tentara Jennisari, Merosotnya
ekonomi, Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmed, Akbar S., Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi,
Jakarta: Erlangga, 1990.
Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jilid III, Jakarta: Bulan
Bintang, 1981.
Hasan, Ibrahim Hasan, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Hasyimi, Ahmad, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1975.
Holt, P.M., dkk, (ed), The Cambridge History Of Islam, Vol. IA,
London, Cambridge University Press, 1970.
Hourani, Albert, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, Bandung:
Mizan Media Utama, 2004.
Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994.
Nasution, Harun, Ilmu Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I,
Jakarta: UI Press, 1985.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana,
2007.
Thohir, Ajid. Perkembangan
Peradaban di kawasan Dunia Islam Mencetak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik,
dan Budaya Umat Islam. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada. 2004.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2008.
Http//www. Kompasiana .Com/ sejarah dinasti Safawi/ dalam Google, Rabo, 7-11-2012
Http//www. UIN Malang.ac.id/kerajaan Safawi: dari sufisme menuju
gerakan politik/ dalam Google. Rabo, 07-11-2012
[1] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali
Press, 2008), hal. 132
[2] Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
(Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hal.
336
[3] P.M. Holt,
dkk, (ed), The Cambridge History Of Islam, Vol. IA, (London, Cambridge
University Press, 1970), hlm. 390
[4] Hamka, Sejarah
Ummat Islam, Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hal. 79
[5] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam...... hal. 132
[6] Akbar S.
Akhmed, Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, (Jakarta:
Erlangga, 1990), hal. 76
[7] P.M. Holt,
dkk, (ed), The Cambridge History Of Islam, Vol. IA, ......., hal. 397
[8] http//www. Kompasiana
.Com/ sejarah dinasti Safawi/
dalam Google, Rabo, 7-11-2012
[9] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam...... hal. 140
[10] Ibid
[11] Ibid,....
hal. 141
[12] Ibid,
hal. 143
[13] http//www. UIN
Malang.ac.id/kerajaan Safawi: dari sufisme menuju gerakan politik/ dalam
Google. Rabo, 07-11-2012
[14] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam...... hal. 142-143
[15] Ibid,...
hal. 144
[16] http//www. Kompasiana
.Com/ sejarah dinasti Safawi/
[17] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam...... hal. 144
[18] Ibid,....
hal 145
[19] Ibid,....
hal 158-159
[22] Harun
Nasution, Ilmu Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI
Press, 1985), hal. 82
[24] Ibid
[25] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 265-266
[31] Ajid Thohir. Perkembangan
Peradaban di kawasan Dunia Islam Mencetak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik,
dan Budaya Umat Islam. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada. 2004. Hlm 205
[33] Ibid,....
hal 151
[43] Ibid.
[48] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar